Senin, 12 Januari 2015

Tragedi Penembakan Kantor Majalah “Charlie Hebdo” di Paris



http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/b/b9/20111102_Incendie_Charlie_Hebdo_Paris_XXe_07.jpg
Penembakan di kantor Majalah Charlie Hebdo
Penembakan brutal terjadi pada Rabu (7/1/2014) waktu setempat di kantor majalah mingguan “Charlie Hebdo” di Paris, Perancis, yang menewaskan 12 orang. Terdiri atas para wartawan dan karyawan majalah Charlie Hebdo serta dua polisi setempat. Pemimpin redaksi majalah satir (majalah sindiran) tersebut bersama empat kartunis ternama Prancis ditembak mati pelaku di dalam kantor majalah tersebut.
Belum diketahui motif penyerangan ini. Namun, Majalah “Charlie Hebdo” memang sering menuai kritik dan kecaman karena konten satire (sindiran) yang terkadang menyudutkan suatu agama. Bukan kali ini saja kantor yang terletak di pinggiran Paris itu diserang, pada November 2011 kantor “Charlie Hebdo” sempat dilempari bom molotov sehari setelah mempublikasi karikatur Nabi Muhammad.
“Penembakan disebuah kantor “majalah penyindir” (satire magazine) yang bernama “Charlie Hebdo” adalah sebuah kebohongan besar!,” kata para pengamat dunia konspirasi dan pakar audio viisual. Begitulah apa yang telah dibicarakan banyak orang, bahkan melalui banyak forum di internet sedunia.
Mereka para pemerhati konspirasi, para video editor dan semua warga dunia yang waspada (aware) tak percaya terhadap video yang telah beredar sebagai tipu daya golongan berideologi pemecah belah bangsa di dunia.
paris shooting 01
Tampak pada video dimana seorang polisi muslim Perancis yang sedang terbaring di trotoar, ditembaki.
Tampak pada video dimana seorang polisi muslim Perancis yang sedang terbaring di trotoar, ditembaki. Lalu salah satu teroris menghampirinya dan ditembak sekali lagi kepalanya dari jarak dekat. Padahal nyaris semua orang tahu bahwa terlihat bahwa penembakan itu adalah sebuah kebohongan. Tak ada darah, tak ada selongsong peluru bahkan tak ada gerakan badan sedikitpun dari korban setelah penembakan. Akibat aksi teror ini 12 orang tewas karena diberondong peluru dari senjata otomatis kedua pelaku.
Pada video-video yang beredar, jelas semuanya telah dirancang atau di setting up terlebih dahulu sebelum disebarkan. Tempatnya pun seperti telah disiapkan, bahkan bagaikan sebuah film yang telah dirancang.
Ada beberapa video yang telah diunggah dan beredar di Youtube, namun kebanyakan daripadanya telah dihapus sepihak oleh Youtube termasuk milik admin dengan alasan kekerasan atau violence, yang nyatanya adalah tidak.
Pada video yang akhirnya telah diedit oleh para youtuber seperti membuat “slow motion” dan cara melihat lebih mudah lainnya, dilakukan agar dapat menguak sebuah kebenarannya yang sejati. Tapi telah tampak bahwa video aslinya ternyata tak asli alias di edit sedemikan rupa, sebelum diunggah atau di-upload. Yup mereka adalah salah satu “krew” atau “aktor” dari dalang peristiewa ini.
Namun mereka tak pernah tahu, bahwa di internet banyak pakar dan ahli dalam bidang apapun yang dapat menonton lalu mengunduhya dan kemudian menelitinya!
Berikut beberapa kejanggalan-kejanggalan pada video tersebut yang ramai diperbincangkan di banyak forum di internet oleh berbagai kalangan:
Klip #1 – Polisi yang duduk diaspal, tiarap, dan asyik texting dengan smartphone miliknya beberapa saat sebelum tragedi penembakan terjadi
paris shooting police texting
Polisi Perancis yang sedang asyik texting dengan kelakuan yang aneh dan tak wajar, seakan-akan sedang bermain dikala situasi akan genting
sebelum penembakan kantor majalah Charlie Hebdo. (lihat videonya disini)
Ini adalah penampakan video sebelum tragedi itu bermula. Beberapa polisi berdiri sedang berbincang-bincang membentuk lingkaran, sementara itu tampak ada polisi yang seorang diri dan justru berbaring persis disebelah sebuah mobil yang sedang parkir dipinggir trotoar.
Bukannya siaga terhadap segala sesuatu kemungkinan yang buruk bisa terjadi, namun ia justru sambil berbaring, hingga setengah tiarap, kemudian ia asyik ber-texting-ria dengan smartphone miliknya yang terlihat pada video yang diunggah di Youtube dengan judul “Paris Shooting Hoax – Is This Normal For Cops To Act Like This?” dan membuat orang geleng-geleng kepala terhadap kelakuan polisi ini, begitu santai dan terlihat tak profesional, seakan-akan semuanya seperti sudah direncanakan.
Apakah dengan situasi yang seharusnya polisi harus siaga namun ia asyik texting? Apakah  ini logis? (lihat videonya disini)

Klip #2 – Sudut kamera dari atas gedung yang telah diedit
paris shooting on the roof
Terlihat tiga ornag polisi sedang berlari dan menembak dilorong jalan
Pada video yang diambil oleh amatir ini memiliki sudut kamera (camera angle) dari atas gedung. Kamera merekam dan memperlihatkan beberpa orang yang berlari dan menembak dilorong sebuah blok. Tiga dantaranya adalah polisi.
Sedangkan diatap tampak beberapa orang juga berlari menghindar dan melompati tembok atap. Namun mungkin tak hanya itu, tapi terlihat editan berupa pemutusan video dan disambung dengan video lainnya pada sudut yang hampir sama.
Kesimpulan itu terlihat dari pipa-pipa yang ada di balkon tempat pengambilan video yang diunggah ke Youtube dengan judul “France False Flag Shooting — Attackers SPLICED IN COPS cut out Man in bullet proof vest watches” itu terjadi. Bahkan membuat sang pengunggah tertawa-tawa akibat hasil editan kelas cupu itu. (lihat videonya disini)

Klip #3 – Polisi berbaring di trotoar, ditembak kepalanya dari jarak dekat
paris shooting 05
That man didn’t die, the terrorist shot the asphalt near the police, no blood, no recoil, no body movement or anything, it’s a FAKE!
Ini adalah video bagian yang paling klimaks, kontroversial, heboh bahkan mengerikan dari seluruh rangkaian video di tragedi ini, dan sangat banyak ditonton orang. Namun semua yang telah mengunggah video ini di Youtube, nyaris seluruhnya dihapus secara sepihak oleh Youtube dengan alasan kekerasan. Padahal video ini telah didominasi oleh penonton yang justru membuat kening berkerut karena “aneh”.
paris shooting close
Penembak melepaskan peluru, kearah kepala polisi Paris,
namun tak kena,tak ada selongsong yang terpental,
tak ada darah.
Pada kali ini terlihat seorang polisi yang sedang terbaring diaspal ditembaki dari jarak sekitar 7-8 meter oleh senapan AK-47. Anehnya, tak ada selongsong peluru yang terlempar dari senapan itu! Keanehan lainnya tak ada darah di kaki dan di badan polisi tersebut. Setelah itu, salah satu dari penembak mendekati polisi yang terlihat masih berbaring “seperti terluka”.
Sambil setengah berlari, penembak mengarahkan moncong senapan AK-47 miliknya ke kepala polisi tanpa berhanti berlari. Ia mendekatinya lalu “dor..!!!”.
Satu peluru lagi dilepaskan dengan jarak hanya satu meter dari kepala korban! Sekali lagi tak terlihat adanya selongsong peluru yang keluar, tak ada darah, dan tak ada gerakan pada badan setelah ditembak.
paris shooting fake blood
Tampak sedikit darah di lokasi kejadian
Seorang yang ditembak pastinya tetap ada gerakan di badannya biarpun langsung mati walau hanya sedikit. Yang paling aneh lainnya adalah, jika kepala yang ditembak, maka darah langsung keluar memenuhi trotoar. Kepala tak berongga karena diisi otak, oleh karenanya jika ditembak, maka detik itu juga darah akan keluar. Dan akan keluar banyak, namun ini tak terjadi.
Darah “baru ada” diatas trotoar itu setelah polisi merilis sebuah foto. Anehnya lagi darah itu hanya sedikit, seperti terciprat mirip kencing. Paling aneh kedua adalah, jika sebuah kepala ditembak oleh senapan AK-47 dari jarak dekat, maka peluru tak hanya membuat lubang, tapi pastinya akan memecahkan kepala.

Sekali lagi, tak tampak ada peluru yang keluar, tak ada darah, tak ada selongsong peluru bahkan tak ada gerakan badan sedikitpun pada polisi itu dalam tragedi penembakan CharlieHebdo.
Suara tembakan-tembakan yang terdengar pada semua video juga bukan suara khas dari senapan AK-47 yang memiliki ciri khas. (dengar letupan senapan AK-47 yang sebenarnya pada video ini).
Oleh sebab itulah bagian dari video yang ini, justru sangat membuat para penonton bingung karena sangat aneh dan tak alamiah! Video yang diunggah oleh akun Dzenis Jusmani itu berjudul “FAKE PARIS SHOOTING MISS SLOW MOTION 7 1 15 FRENCH SATIRE”. (lihat videonya disini)
Klip #4 – Video yang memperlihatkan trotoar telah diedit dengan menambahkan bercak darah
paris shooting 03
Terlihat warna trotoar sudah diedit yang ada disebelah kiri tiang tampak lebih terang dan yang disebelah kanan tiang, trotoar asli, warnanya tampak lebih gelap (lihat videonya disini)
pada video ini menunjukkan adanya bercak darah di atas trotoar. Namun sayangnya video ini sangat terlihat sekali hasil olahannya. Salah satunya, tampak warna trotoar yang memakai efek “green screen” yang sudah dioleh (edited) karena memiliki warna berbeda atau lebih terang dari trotoar asli.
Kedua warna trotoar yang berbeda itu hanya dipisahkan oleh sebatang pohon dipinggir jalan dekat trotoar. Jadi batang pohon itu sebagai pembatas hasil olahan (edited). Tampak warna trotoar sebelah kiri batang pohon dimana adanya bercak darah adalah palsu akibat tambahan oleh efek green screen.
Sedangkan warna trotoar yang sebelah kanan batang pohon adalah warna asli dari trotoar yang sebenarnya. Hal itu sangat terlihat sekali pada detik 02 atau detik kedua diawal video dengan sudut paling dekat ini, yang berjudul “Video of Paris attack shows gunmen shooting wounded officer dead”, sangat terlihat beda penampakannya dari trotoar asli. (lihat videonya disini).

Pelaku “Paris Shooting” Menyerahkan Diri
Kini tragedi yang hampir mirip untuk kesekian kalinya, terjadi lagi dan sekarang di kantor majalah satir Prancis, Charlie Hebdo Perancis. Salah satu pelaku penembakan brutal yang merupakan tersangka paling muda berusia 18 tahun dilaporkan menyerahkan diri ke polisi pada Rabu (7/1) sekitar pukul 23.00 waktu setempat setelah melihat namanya beredar luas di media sosial, demikian dilaporkan AFP, Kamis (8/1/2015).
“Hamyd Mourad menyerahkan dirinya sendiri ke polisi … pada Rabu (7/1) sekitar pukul 23.00 waktu setempat setelah melihat namanya beredar luas di media sosial,” tutur seorang sumber yang memahami kasus ini kepada AFP, Kamis (8/1/2015). “Dia telah ditangkap dan dibawa ke tahanan,” sebut seorang sumber lainnya memastikan.

Tersangka selalu adik-kakak, mirip tragedi Bomb Boston Marathon
tersangka penembakan paris shooting Chérif Kouachi and Said Kouachi
Tersangka kakak-adik penembakan “Paris Shooting”, Chérif Kouachi and Said Kouachi
Kepolisian Prancis telah mengidentifikasi tiga pelaku penembakan tersebut, sebagai Said Kouachi yang lahir tahun 1980, kemudian Cherif Kouachi yang lahir tahun 1982 dan Hamyd Mourad yang lahir tahun 1996. Said dan Cherif diketahui merupakan kakak-beradik yang tinggal di Paris, sedangkan Mourad diketahui berasal dari kota Reims.
Sekali lagi mirip tragedi Bomb Boston Marathon, perburuan besar-besaran terhadap dua pelaku lainnya dilakukan kepolisian Prancis. Polisi juga telah merilis foto dua pelaku kakak-beradik ke publik, demi mendapat informasi dan petunjuk dari masyarakat.
Kepolisian Paris menyatakan, surat perintah penangkapan telah dikeluarkan untuk Said Kouachi  (34) dan Chérif Kouachi (32) yang disebut sebagai berbahaya dan bersenjata.
Pada tragedi Bomb Boston Marathon, kakak pelaku ditembak mati padahal sudah menyerah dan tak bersenjata, sedangkan adiknya ditembak tenggorokannya padahal sudah menyerah juga keluar dari persembunyian di sebuah perahu dan juga tak memiliki senjata. Kini adiknya dipenjara dan tak bisa lagi berbicara akibat tenggorokannya rusak agar tak dapat menyampaikan kesaksiannya.
2-suspects-bom-boston-by-fbi-dead n arrested
Tersangka kakak-adik Bom Boston Marathon, Tamerlan Tsarnaev dan Dzhokhar Tsarnaev.
Toko Yahudi di Perancis disandera, penyandera tewas, total korban 5 orang
Bersamaan dengan aksi pasukan antiteror Prancis melumpuhkan penyerang tabloid Charlie Hebdo Said Kouachi dan Cherif Kouachi, 5 orang tewas dalam penyerbuan di toko swalayan Yahudi (Kosher) bernama Hyper Cache di bagian timur Paris tepatnya di distrik Porte de Vincennes. Salah satu korban merupakan penyandera. Seorang pria bersenjata yang belum diketahui identitasnya menyandera belasan orang yang berada di toko swalayan itu. Penyanderaan berlangsung lebih dari lima jam sebelum pasukan keamanan melakukan serbuan.
Diduga aksi penyanderaan ini terkait dengan penyerangan Charlie Hebdo. Seperti dikutip dari Sky News, sang penyandera menyatakan kepada polisi akan membunuh semua sandera jika polisi menangkap Said dan Cherif Kouachi. Negosiasi berlangsung alot hingga akhirnya polisi memutuskan melakukan penyerbuan. Ledakan dan rentetan senjata terdengar dari lokasi. Beberapa saksi menyatakan, penyandera merupakan orang yang menembak mati seorang polisi wanita pada Kamis (8/1/2015) lalu.
Sejumlah sandera juga mengalami luka-luka namun ada beberapa yang selamat termasuk seorang anak kecil. Mengenai jumlah korban, ada yang menyebut 5 orang, namun beberapa media setempat menyebut hanya 4 orang. Yang pasti, penyandera termasuk dalam korban tewas. Keamanan di Kota Paris diperketat pasca dua insiden ini.

Charlie Hebdo pernah memecat kartunis karena anti-Semitisme (anti Zion Yahudi) pada tahun 2009
Kalian boleh anti-Islam, anti-Kristen, atau anti agama lain, tapi jangan anti Semit. Itulah pesan yang diterima Maurice Sinet, kartunis yang kini berusia 86 tahun dan punya nama pena “Sine”, saat dipecat manajemen majalah satire Charlie Hebdo tahun 2009 lalu.
Info yang dimuat pada worldbulletin.net mengemukakan peristiwa yang dialami oleh Maurice Sinet karena dianggap mengejek Sarkozy (presiden Perancis kala itu) agar masuk agama Yahudi untuk uang, lalu Sine dituduh sebagai Anti-Semit dan menghadapi banyak tekanan dari pemimpinnya untuk memecat dari majalah mingguan tukang sindir itu.
Maurice Sinet, lahir pada 13 Desember 1928 (86 tahun), itu akhirnya menghadapi tuduhan “menghasut kebencian rasial” untuk kolom yang ia tulis pada tahun 2009 di Charlie Hebdo. Kartunis itu memicu kontroversi antara intelektual Paris dan berakhir pada pemecatannya dari majalah itu.
Kartunis yang pernah mengisi kolom pada majalah “L’Affaire Sine” ini, mengikuti keterlibatan Sarkozy terhadap calon istrinya kala itu Jessica Sebaoun-Darty (22), seorang puteri pewaris tahta dari pengusaha Yahudi yang menguasai jaringan perdagangan barang elektronik.
Ia mengomentari rumor bahwa putra presiden berencana untuk mengkonversinya menjadi Yudaisme, Sine menyindir: “Dia akan pergi jauh dalam kehidupan, dan memiliki sedikit anak.”
Seorang komentator dengan profil tinggi dibidang politik marah terhadap kolom itu karena menghubungkan prasangka tentang orang-orang Yahudi dan keberhasilan sosial.
Editor Charlie Hebdo, Philippe Val, mendesak dan meminta Sinet untuk meminta maaf. Sinet sebenarnya bersedia, tapi jika permintaan maaf harus dengan cara yang sangat sopan, dia menolak.
Keputusan Mr. Val untuk memecat Sine didukung oleh sekelompok intelektual terkemuka, termasuk filsuf Bernard-Henry Levy. Tetapi bagian dari libertarian sayap kiri membelanya habis-habisan, mengutip hak untuk kebebasan berbicara oleh Charlie Hebdo ternyata justru melanggar kebebasan berbicara yang selama ini di-tuhan-kan.
Pada tahun 1962 Siné pernah merilis bukunya yang berjudul Siné Massacre, yang di dalamnya mengandung anti-colonialism, anti-capitalism, anti-clericalism, and anarchism.
Tabloid kartun tukang sindir Charlie Hebdo juga pernah menerbitkan kartun bahkan menghina Islam dan Nabi Muhammad, sebagai “kebebasan berbicara”. Charlie Hebdo juga pernah menerbitkan kartun tentang Nabi Isa dan Chiristianity, juga menyebabkan majalah itu dituntut sebanyak 12 kali oleh Gereja Katolik.

Pemimpin Chechnya Ledak Eropa Atas Standar Ganda Terorisme
Tanggapan publik belum pernah terjadi sebelumnya terhadap penembakan Charlie Hebdo di Prancis yang dilakukan oleh orang-orang yang ingin membangkitkan sentimen anti-Islam dan mengalihkan perhatian orang dari masalah lain, klaim pemimpin Chechnya Ramzan Kadyrov melalui laporan di Russia Today (RT).
kadyrov-chechnya-charlie-hebdo
  Ramzan Kadyrov
Kepala Republik Chechnya itu menjelaskan posisinya melalui media lamanya pilihan, layanan berbagi foto Instagram. Dalam sebuah posting yang viral dan menyertai foto dirinya, Kadyrov mengatakan bahwa ia menyambut baik “single-hearted kecaman terorisme oleh para pemimpin dunia serta jutaan orang mengambil bagian dalam demonstrasi di Paris. Dia juga mengutuk pembunuhan orang tak bersenjata oleh teroris dan dianggap sebagai perang melawan terorisme, tugas yang paling penting dalam hidupnya.
Pada saat yang sama Kadyrov mengajukan pertanyaan.
“Was the denouncing aimed at terrorism only in France or were the public figures and people targeting the evil all over the World?”
(Apakah yang mencela bertujuan terorisme hanya di Prancis atau yang para tokoh masyarakat dan orang-orang jahat yang menargetkan seluruh Dunia?)
Why the presidents, kings and prime ministers have never led marches of protest against the deaths of hundreds of thousands of Afghans, Syrians, Egyptians, Libyans, Yemenis, and Iraqis? Why did they remain silent when terrorists exploded a bomb in the Chechen government HQ or when they blew up the Grozny stadium killing Chechen President Akhmad-Haji Kadyrov [Ramzan Kadyrov’s father] and his aides? Why did they not react to the raid on the school in Beslan and the hostage taking at Moscow’s Dubrovka Theater? Why keep silent when in December last year terrorists captured the House of Press and a school in Grozny, killing and injuring over 50 people?”  tulisan akhir Kadyrov dalam akunnya.
(“Mengapa presiden, raja dan perdana menteri tidak pernah memimpin pawai protes terhadap kematian terhadap ratusan ribu warga Afghanistan, Suriah, Mesir, Libya, Yaman dan Irak? Mengapa mereka tetap diam ketika teroris meledakkan bom di markas pemerintah Chechnya atau ketika mereka meledakkan stadion Grozny dan membunuh Presiden Chechnya Akhmad Kadyrov-Haji [ayah Ramzan Kadyrov] dan para pembantunya? Mengapa mereka tidak bereaksi terhadap serangan disekolah di Beslan dan penyanderaan di Theater Dubrovka di Moskow? Mengapa diam ketika pada bulan Desember tahun lalu teroris ditangkap di Gedung Pers dan sebuah sekolah di Grozny, menewaskan dan melukai lebih dari 50 orang?” tulisan akhir Kadyrov dalam akunnya.)
It is impossible to secure Paris, London, Madrid and other European capitals if the whole society fails to condemn those who raise and sponsor terrorists all over the world masking it as support for opposition movements,” Kadyrov stated.
“Tidak mungkin untuk mengamankan Paris, London, Madrid dan ibukota Eropa lainnya jika seluruh masyarakat gagal untuk mengutuk orang-orang yang mengangkat dan mensponsori teroris di seluruh dunia yang berkedok sebagai dukungannya untuk gerakan oposisi,” kata Kadyrov.
Tokoh Chech itu dengan yakin menulis bahwa dia mencurigai beberapa kekuatan yang sangat kuat telah mempersiapkan seluruh skenario itu untuk menghasut suasana hati anti-Islam di Eropa atau untuk mengalihkan perhatian publik dari beberapa masalah global yang masih terjadi.
Seorang mukmin yang sungguh-sungguh dalam Islam, Kadyrov juga menulis bahwa ia dan sekutu-sekutunya tidak akan membiarkan siapa pun menghina Nabi, bahkan jika hal ini akan mempertaruhkan hidup mereka.
“Jika kita masih diam ini tidak berarti bahwa kita tidak bisa mendapatkan jutaan orang turun ke jalan di seluruh dunia untuk memprotes orang-orang yang berkomplot pada penghinaan terhadap perasaan keagamaan umat Islam. Apakah ini yang Anda inginkan? “terangnya, yang ditujukan oleh para pemimpin politik dunia Barat.
Kepala republik Chechnya itu juga menyarankan media massa telah “membiarkan diri untuk terlibat dalam skandal,” dan harus meminta maaf kepada umat Islam untuk mengakhiri kontroversi.
“Perdamaian dan stabilitas lebih penting bagi semua orang daripada hak segelintir wartawan untuk tidak menghormati Nabi,” tulisnya.

Operation False Flag
Tampak pada video dimana seorang polisi muslim Perancis yang sedang terbaring di trotoar, ditembaki. Lalu salah satu teroris menghampirinya dan ditembak sekali lagi kepalanya dari jarak dekat. Tak ada darah, tak ada selongsong peluru bahkan tak ada gerakan badan sedikitpun dari korban setelah penembakan. Semua penembak yang disebut teroris itu memakai kain penutup muka seperti para anggota ISIS.
Menurut Kepolisian Perancis, mereka tak teridentifikasi. Namun kenapa pihak kepolisian menuduh bahwa mereka yang bersenjata itu seorang Muslim?
Operation False Flag
Operation False Flag
Kepolisian Perancis menuduh bahwa pria-pria bertopeng itu Muslim karena berteriak “Allahu Akbar” dan berteriak dalam bahasa Perancis, “Kami adalah Al-Qaida dari Yaman dan kami membela Nabi Muhammad!”.
Teriakan kata-kata dalam bahasa Perancis? Seperti yang telah dilontarkan bahwa kepolisian Perancis telah menyatakan, “mereka tak teridentifikasi”. Bukankah itu sesuatu yang spesifik? Dan mengapa pengambil video itu telah tahu bahwa akan terjadi aksi terorisme disana? Dengan kamera yang sepertinya telah disiapkan?
Inilah pengalihan terhadap opini publik, bahwa masyarakat digiring kepada apa yang disebut sebagai “False Flag’, agar masyarakat dunia langsung percaya bahwa para penembak itu adalah Al-Qaeda, organisasi cikal bakal yang dibuat AS untuk memerangi Uni Soviet pada masa tahun 1080-an dimaasa “Perang Dingin”.
Jadi opini ditekankan bahwa kelompok muslim telah memerangi dan membunuh kelompok muslim lainnya. Itu terlihat karena polisi yang ditembak pada video adalah juga seorang muslim. Dan pakaian penembak lebih mirip kelompok ISIS dibanding Al-Qaeda.
Petugas kepolisian tengah menggelar pencarian besar-besaran untuk menangkap pelaku penembakan.  Media sedunia pun heboh, karena terbukti pula bahwa nyaris semua media sejagat memang telah ‘dikendalikan” mereka. Semua itu agar dapat mengelabui masyarakat dunia dalam operasi andalannya yang selalu jitu karena disokong oleh media dunia, yaitu Operation False Flag.

Crisis Actors
Mereka memakai para aktor krisis atau crisis actor, seperti pada tragedi-tragedi sebelumnya. Akor krisis ini biasa dipakai ketika melakukan latihan perang, yang memiliki skenario pengeboman atau dalam kondisi diserang.
Mereka dipakai agar para prajurit dapat merasakan seperti layaknya berada di medan peperangan yang sesungguhnya.
Biasanya diskenariokan kepada para aktor yang memiliki fisik cacat ini seakan terkena peluru, terkena bom, granat dan sejenisnya, lengkap dengan darah buatan, pompa elektrik agar darah terlihat muncrat berikut serpihan daging dan lengkap dengan  potongan kakinya yang buntung.
Semua ini dilakukan agar terlihat nyata, lalu prajurit yang mungkin panik dalam keadaan terdesak saat mengikuti latihan perang ini, harus menolongnya.
Aktor krisis lainnya tak harus cacat fisik, namun sebagai aktor sungguhan yang dapat mengungkapkan suatu kejadian dan mendramatisirkannya, agar opini publik percaya padanya.
Mereka biasanya termasuk di dalam intelijen yang juga bagian dari skenario yang telah dilakukannya, namun lebih mirip bagian “humas” yang dapat mempengaruhi publik melalui segala macam media-media antek mereka juga, sebagai corongnya.
Mereka biasanya selalu diwawancarai sebagai saksi mata oleh beberapa stasiun televisi ditempat kejadian perkara.
Crisis actors menjadi puncaknya mencuat dan sangat terlihat sejak peristiwa 9/11, yaitu hancurnya gedung kembar WTC di New York pada 11 September 2001.
Juga termasuk invasi Libya, tragedi penembakan di Bandara Los Angeles, tragedi penembakan Sandy Hook sampai tragedi Bom Boston Marathon bahkan seluruh tragedi-tragedi lainnya di AS dalam satu dekade ini.
Pada masa kini banyak pakar bahkan tak menutup kemungkinan juga terjadi pada tragedi penciptaan pasukan ISIS guna memojokkan kaum muslim dunia sebagai musuh mereka berikutnya, setelah Nazi dan Komunis tumbang.
crisis actors boston bombings LARGE
Crisis Actors, saat peristiwa Bomb Boston Marathon

Manchurian Candidate
Lain lagi dengan yang satu ini, “the Manchurian Candidate” (Kandidat Mancuria), yaitu sejenis agen yang telah dicuci otaknya (brainwashed). Mereka layaknya bagai robot yang dapat diprogram setelah dicokiki habis-habisan melalui doktrin-doktrin sangat halus, hingga melalui hipnosis.
Mereka ada yang diasuh sejak kecil bahkan dari bayi. Lalu dibesarkan melalui doktrin-doktrin ideologi mereka sehingga menjadi patuh dan taat. Mereka terdiri dari berbagai bangsa dan ras, agar jika ada operasi intelijen tingkat tinggi disuatu negara tertentu, maka sesuai rasnya, merekalah yang ditunjuk untuk menjalankan misi tersebut. Lain dengan agen-agen lainnya, misi mereka adalah mati atau bunuh diri, mirip kamikaze.
Untuk Manchurian Candidate yang diasuh sejak bayi atau masih kanak-kanak, mereka akan menjalani misi bunuh diri, bahkan tanpa mereka ketahui. Misalnya pada peristiwa Tragedi WTC 9/11 dan Tragedi MH370.
penumpang gelap mh370 dengan paspor palsu stolen passport
Penumpang gelap MH370 dengan paspor palsu.
Mereka disiapkan passport dan naik pesawat secara normal, bahkan passport palsu pun bisa mereka peroleh dan masuk ke pesawat tanpa ada yang tahu. Mengapa bisa demikian?
Mungkin anda lupa, bahwa mereka adalah agen tingkat tinggi yang telah diasuh sejak lama, oleh karenanya pasti di back-up oleh agen-agen tingkat tinggi pula, jadi pastinya mereka memiliki akses kemanapun mereka mau.
Setelah masuk pesawat, lalu kontrol pada pesawat diambil-alih dari darat, kemudian agen dari darat tinggal menjalankan pesawat itu sesuai skenario dan misinya. Mau menabrak gedung atau dibuang ke tengah laut, terserah, apapun bisa.
Seperti diterangkan sebelumnya, mereka tak akan pernah kembali pulang setelah menjalankan misinya, alias tewas. Tinggal pilih sesuai misinya, mau Manchurian Candidate dari ras apa? Mereka punya semua suku dan ras.
Setelah misi selesai, dengan seenaknya mereka menuduh berdasarkan ras golongan apa yang tadi telah mereka suruh menjalankan misi bunuh diri itu, begitu mudahnya untuk menuduh suatu kelompok jika memiliki bukti-bukti yang ada. Iya khan?
Misal, jika misinya untuk menghajar Islam, tinggal memilih diantara orang-orang yang memiliki ras Arab. Jika misinya untuk menghajar komunis tinggal memilih diantara orang-orang yang memiliki ras Cina atau Mongoloid. Jika misinya untuk menghajar ras kulit hitam, tinggal memilih diantara orang-orang yang memiliki ras yang sama.
911 WTC - South Tower Hit
Tragedi 9/11
Setelah misi sukses, toh Manchurian Candidate tak akan pernah kembali, sebagai misi bunuh diri. Di Indonesia mungkin memiliki istilah lain, “pengantin”.
Lain lagi dengan Manchurian Candidate untuk misi pembunuhan. Mereka biasanya hanya diberikan hipnosis.
Mereka dapat diperintah hanya melalui perkataan dari sebuah “kata kunci” saja. Hanya dengan menelpon mereka dan mengucapkan kata kunci, maka mereka langsung menjalankan misinya, tanpa sadar. (lihat videonya dibawah halaman)
Misal setelah mendengar kata kunci tertentu, mereka langsung tak sadar mengeluarkan pisau atau pistol, lalu membunuh target atau memencet tombol bom bunuh dirinya. Setelah kejadian selesai barulah ia sadar apa yang telah ia perbuat.
Jika di Indonesia mirip gendam atau hipnotis, hanya melalui perkataan mereka menjadi tak sadar, setelah ditepuk pundak atau sejenisnya agar sadar, barulah mereka kembali sadar. Namun semuanya sudah terlambat. It’s so simple. Ya, mereka mirip robot. Tapi untuk masalah gendam atau hipnotis, itu baru kelas anak TK. Para agen ini sudah sangat expert dalam teknologi otak, psikologi, sistim syaraf dan pengontrolan pikiran. Istilahnya adalah Neuro-Technology.

Pada masa kini, banyak Manchurian Candidate lepasan. Artinya adalah masyarakat dunia itu sendiri. Melalui doktrin-doktrin ideologi masing-masing akan merasa paling benar dan memang itulah keinginan mereka. Setelah mereka terbentuk atau diciptakan, maka mereka akan terus berkembang dengan sendirinya, makin membesar dan membesar tanpa ada lagi campur tangan, tapi mereka tetap dipelihara dari jauh, bahkan akan terus dikembangkan.
Lihat saja pada masa kini, banyak golongan-golongan sempalan mulai dari golongan religius sampai atheis, seperti ekstrimis Islam, ekstrimis Kristen, ekstrimis Katolik, ekstrimis Komunis, ekstrimis Liberal, ekstrimis Fasis, ekstrimis Atheis, ekstrimis Zion hingga kelompok-kelompok sepeti Klu Klux Klan, English Defense League, Taliban, Al-Qaeda hingga ISIS.
Mereka dengan sangat-sangat pelan namun pasti, mengajarkan kebencian dan kebencian, lalu kebencian. Begitu seterusnya. Mereka memasuki dan merambah ke desa-desa, ke masjid hingga ke mushola, ke pengajian-pengajian, ke gereja-gereja, ke kebaktian-kebaktian, dan ke komunitas-komunitas.

Untuk apa? Ya seperti barusan dijelaskan, mengajarkan kebencian dan kebencian, lalu kebencian. Lalu bagaimana dengan tewasnya Paris Shooting yang berjumlah belasan?
Mereka memang mati, karena menjadi target dari “sang dalang” akibat kebencian mereka sendiri.
Jadi jika kelas cupu, misal anda ingin membunuh orang yang tak anda suka, anda tak perlu turun tangan, tapi cukup membayar pembunuh bayaran. Namun jika anda intelijen tingkat tinggi, justru andalah yang membentuk dan membuat para pembunuh-pembunuh bayaran itu, tanpa perlu ada yang tahu.
Maka secara keseluruhan tangan anda bersih dari darah, bahkan anda dapat menyalahkan si pembunuh bayaran tadi. Tanpa harus disuruh lagi, mereka akan saling membenci. Jika mulai akur, peristiwa seperti penembakan di Paris, Tragedi 9/11, Bomb Bostom Marathon, akan terulang lagi dan lagi.
Dengan begitu Manchurian Candidate tak perlu banyak, karena ideologinya telah mengakar ke segala penjuru arah bagai tantakel gurita: kebencian antar ras, suku, agama, kelompok, golongan, dan itu sudah terjadi sejak RIBUAN tahun lalu. Mereka memang membuat manusia-manusia harus terkotak-kotak. Misi mereka memang membuat perang antar ras di muka Bumi ini, untuk selamanya.

Sumber:
- indocropcircles.wordprees.com
Charlie Hebdo fired cartoonist anti-semitism in 2009
Chechen leader blasts Europe over double standards on terrorism
paris shooting cartoon

Rabu, 07 Januari 2015

Top 10 Interesting Facts About Freemasons


Whether it’s their secrecy or their long list of credentialed members, the Freemasons hold a mystique that can fascinate and infuriate. Throughout history there have been those that wonder what goes on behind the Lodge doors and there have been numerous tales told about their practices and purposes.
This list is produced without bias or benefit. It is a collection of the ten most interesting facts about the Freemasons. With that in mind, the definition of fact is something that is indisputable, so conspiracy theories and fiction novelists’ musings can’t be included without real evidence.

1. Geometry and Masons
Given their origins in the fields of construction and engineering it should come as no surprise that geometry has always been held as a central symbol of Freemasonry. Compasses, set squares and pyramids are all recognizable images of the Freemasons and they represent the skills and mastery of the early Masons.
Although he lived thousands of years before the establishment of the first Freemason Lodge, Pythagoras has always held a place of honor among the Freemasons. His work is present in rituals and in symbols of Freemasons and Pythagoras Theorem has been referred to as the root of all geometry and geometry, the “foundation of all architecture and the root of mathematics”.
Similarly, Pythagoras work on the Golden Rectangle or Golden Ratio has also been acknowledged as a significant contribution to the world of architecture and design. This distinctive process of devising aesthetically pleasing and structurally sound proportions reflects in the work of great architects and engineers throughout history.
Other geometric forms and concepts, such as the pentagram, Fibonacci’s Sequence and Da Vinci’s Vitruvian Man, are all held in esteem by the nature of Freemasons. While these may be reflections of the movement’s origins, the recognition and promotion of geometry is also a statement of the Freemasons continuing search for beauty in architecture and form

2. Masons Can't Be Atheist
Despite the claims and accusations offered made of the Freemasons that they are in league with the devil, worship Satan or simply are striving for a Godless world in which they can control all economic structures, the reality is quite the opposite. A Freemason cannot be atheist; a man who is atheist cannot be recommended for candidature.
The reasons for this exclusion are moral and historic. Morally, if a man has no acceptance of judgment beyond this world, he is seen as lacking any permanent context for his moral code. While he may be a “good” man, he has no reason to heed his moral compass other than the prospect of punishment in this life. A man that fears the consequences in the afterlife of his immoral acts in this world is seen as more trustworthy.
Historically, the Freemasons have grown from a movement that held, at its roots, a belief in God. As far back as the early fifteenth century, there was record of the requirement of Freemasons to be Christian. As a result, the culture of Freemasonry as an organic process is strongly entwined with a belief in God.
Moreover, the place and work of Freemasons within the world is not measurable by external means. Given the secrecy and anonymity surrounding their good work, no Freemason can hold themselves up for judgment before the wider community. In fact, the only true measure of a Freemason’s progress is to view their efforts against the Will of God.
Finally, the acceptance of God and the belief in his glorious role as creator make it possible for the Freemasons to reverence to Him, as is due between a creature and Creator. Although this faith may appear a little blind and irrational, the more important characteristic is that of humility and the acceptance that man is not a deity himself, but merely a tool of a greater being.

3. Illuminati
Through a range of popular culture and literary vehicles the connection between the Illuminati and the Freemasons has been enhanced and exaggerated to the point that they are seen as synonymous. While there are some distant connections and some similarities in structure, there are few real links between the two.
The Illuminati, a group that conspiracy theorists insist are actually running the world, was a secret society established in 1776 in Bavaria in an attempt to perpetuate the Enlightenment as a movement to reform society and to encourage the growth of knowledge. Possibly in recognition of the effectiveness of the Freemasons’ structure, the Illuminati looked to use similar internal devices to give hierarchy and focus to the group.
However, the ruling class of Bavaria had some doubts about the helpfulness of a secret society that held as a goal the reformation of society. Perhaps hearing about what was happening in soon to be former British colony in America made them nervous about the idea of rebellion and decided that the Illuminati had better close down.
The will of Karl Theodor, the ruler of Bavaria, wasn’t immediately welcomed Adam Weishaupt, the founder of the Illuminati, and he tried to keep the society running. But with more military and political pressure, over the next few years efforts to sustain the Illuminati proved fruitless and it collapsed.
But, given the features that the Illuminati and the Freemasons had in common and the fact that quite a number of Freemasons found their way into both groups, there has been a longstanding belief that the relationship between the two societies was more than just friends. At one point in its short life, the Illuminati did infiltrate a large proportion of German Freemasonry, so there is good reason to think that they were of the same family.
Yet, to the disappointment of conspiracy theorists and writers of fiction, the Freemasons remain a prominent, if secret, part of society that contributes to the progress and health of the community. Whereas, the Illuminati, if they didn’t die out in the eighteenth century are so hidden that no-one has actually heard of them beyond the cover of fiction novels for centuries.

4. Freemason Handshake
The Freemasons are known by many names, some more polite than others. A common one is the “funny handshake mob”, which, although a little deprecating has basis in reality. After all, how could a secret society be secret without a secret handshake?
To be fair, one has to be impressed by the creativity of the Freemasons for they don’t simply have one secret handshake; they have a different one for each of a range of degrees and stages in their progression. The Boaz is the Grip of the Entered Apprentice, the first degree of Freemasonry. It is performed by pressing the thumb on the first knuckle of the fellow Mason, who reciprocates the gesture.
The Shibboleth is the greeting of the second degree mason, the Fellow Craft. To implement this grip, the Fellow Craft takes the hand as they would for a normal handshake, but then presses their thumb between the first and second knuckle of the fellow mason’s hand. This pressing is returned by the fellow mason.
The real grip of a Fellow Craft is known as Jachin. Taking the hand in the same way that one does for a normal handshake the mason then presses his thumb against the second knuckle of the other mason’s hand. This is repeated by the other mason.
At the point of meeting a Master Mason, the pass grip will consist of the Tubalcain. This handshake is performed by the Master Mason locating the space between the second and third knuckle of the fellow mason’s hand in the normal handshake position and pressing firmly.
The real grip of a Master Mason is the only one that shows distinct difference to the normal handshake. While the thumbs intertwine, as would be expected, the outside finger wraps around the other side of the hand and the top of each of the other fingers is pressed to the wrist of the fellow mason. The fingers should be somewhat apart. This grip is also known as the “Lion’s Paw” and goes by the title, Ma-Ha-Bone”.
While the use of such rituals only serves to reinforce the secret nature of the Freemasons and, in that, provide fodder for those who would raise concerns of secret conspiracies, there is another and more practical purpose behind their use. The recognition of a fellow mason is far more efficient and less complicated by such a greeting. It also reduces the incidents of making those who are not masons feeling excluded or slighted.

5. Initiation
The principle of initiation is not limited to the Freemason movement. Many religions, clubs and professional bodies have a form of initiation that serves the same fundamental purposes. Some have similar methods of initiation, although there can be significant differences in the spirit of the process.
Initiation carries with it the conscious decision of a subject to be included in a community. They have made a decision that they would like to share the attitudes, beliefs and practices of that community. Within the Freemason initiation process, this personal decision is crucial and many of the questions asked of the initiate make clear a commitment to the movement.
Initiation also bears a sense of rebirth or awakening to a new life. This is especially common to religious or cultural initiation and, while it is important to recognize that Freemasonry is not a religion, the sense of an initiate progressing to a new understanding and a new awareness of his place in the community is essential.
However, it must also be recognized that, as in most rituals, the use of symbolism and gesture can appear extreme or even silly to those who lack or reject the context of the rite. In the case of the Freemasons, some of these symbols include blindfolds, naked chests and bared feet. There are also acts of leading the initiate around by a rope tied around his neck and by directing him through a path that consists of rocks and other objects.
There is, of course, a collection of oaths and vows that must be sworn and these are perhaps the most difficult aspects for those beyond the walls of the secret society to accept. Whether by imagination or infiltration, suggestions of some of these oaths include the promise to commit perjury to protect a brother mason and the promise to maintain the secrecy of the Freemasons.
In essence, Initiation to the Freemasons has the capacity to arouse the suspicions of anyone who hates being left out of a secret. Yet, many of the practices, questions and oaths sworn are no more sinister than many of the religious or social initiations that society supports daily.

6. Those Who were Freemason
Amidst the claims and confusion that have led to the bitterness and bigotry toward the Freemasons, it is fascinating to acknowledge the figures in history who were member of the society. In mentioning only a few, the implications inherent in the association of such people with the Freemasons are also intriguing.
Within the world of politics the list of freemasons is impressive. Founding fathers of the United States, such as Benjamin Franklin and George Washington, are often included in such discussions, as are other American leaders, including Andrew Jackson, Gerald Ford and both Theodore and Franklin Roosevelt. In England Cecil Rhodes and both Lord Randolph and Sir Winston Churchill were among a number of prominent members, not to mention at least five British monarchs.
In Literary circles there are also numerous remarkable minds that have been a part of the Freemason movement. Satirists including Voltaire and Jonathan Swift were freemasons, as were Oscar Wilde and Sir Arthur Conan Doyle. Inspiring writers, such as Jules Verne and Samuel Clemens, better known as Mark Twain, were Freemasons, as were Lewis Carroll and Rudyard Kipling.
The scientific community is also exceptionally well represented with Robert Boyle, Christopher Wren and Charles Darwin all members of the Freemasons. In more recent times astronauts, including John Glenn and Buzz Aldrin, and computer innovators, like Steve Wozniak, have been acknowledged as members of the Society. While it remains in some dispute, there is also evidence that both Robert Hooke and Isaac Newton were also Freemasons.
The list of distinguished Freemasons could continue through an enormous range of fields. Mozart and Beethoven were Freemasons, as were Arnold Palmer and Ty Cobb. Oliver Hardy, Peter Sellers and at least two Marx Brothers were also members, as well as John Wayne and Clark Gable. In fact, just about any pursuit that can be named will find a representative in the Freemasons.

7. Racism  and Homosexuality
If one was to follow the arguments put forward by the detractors of Freemasonry, it would seem logical that the membership of the secret society would be exceptionally limited to select sectors of the community. However, it is fascinating that the contrary is the case. Freemasonry is far more liberal in its acceptance of all men than many other bodies.
Before the United States of America had gained independence from Britain, Prince Hall and fifteen other free blacks were initiated into the Freemason by the Grand Lodge of Ireland. They formed African Lodge No.1 and, although they were limited in some of their practices, they paved the way for free and equal racial relationships between masons. Most strikingly this admittance to the Freemasons came eighty-six years before the American Civil War that would result in the abolition of Slavery.
As will always be the case in a single-sex community or organization, rumors and reports of homosexuality are easily produced and difficult to refute. The secret nature of the Freemasons only adds fuel to suggestions, although there is no evidence of any form sexual activity within the Freemasons. Furthermore, the inclusion of Freemasons suspected of being gay, such as Oscar Wilde, Cecil Rhodes and J. Edgar Hoover, would seem to add weight to the argument.
However, it is worth reconsidering this information and reframing it within the tenets of the Freemasons. The three prominent members mentioned were all great contributors in their respective fields. The sexual orientation of any Freemason has never been a matter of discussion or discrimination. In many ways, the acceptance of gay members within the Freemasons is a further indication of the genuine fraternity that exists within the movement.
As a fraternity, it is most interesting that Freemasonry is neither tolerant nor intolerant of the race, creed, sexual orientation or social class of its members. None of these are within its domain. Rudyard Kipling wrote that “men of many religions may sit down together in the same lodge” and this spirit appears to be available to any number of distinctions.

8. Women and the Freemason
Although the Freemasons have been a single-sex institution since its inception, the exclusion of women has often been recognized as a wasteful and unwarranted restriction on the good work of the society. Despite this, the edict stands that women are forbidden … sort of.
Elizabeth St-Leger was a spirited young lady from Cork in Ireland. Having been caught spying on her father’s Lodge, she was initiated in 1712. She maintained to affiliation with the Freemason throughout her life and was buried with a full Masonic funeral.
In Kentucky, America, a curious woman by the name of Catherine Babington was intrigued by the activity at a neighboring two-story house that was used by the Freemasons. In order to satisfy her interest, Catherine hid in a hollowed out pulpit at every meeting for over a year. However, she was eventually discovered and then held in custody for a month. The decision was then made to “obligate” her, but she wasn’t admitted to the order.
More legitimately, in 1774, the noble women of France became frustrated with their exclusion from the Freemasons. They created adopted Lodges which, while still under the control of men, were a women’s alternative and recruited from the nobility.
It’s no surprise then that during the French Revolution, these lodges were extremely quiet and little more was heard of them until Empress Josephine reinstated them, becoming Grand Master of one of them.
There are now numerous Women’s Lodges throughout the world and, since early in the Twentieth Century, they are now presided over and run completely by women.

9. History
Despite the creative imaginations of fiction writers and conspiracy theorists, the history of the Freemasons is interesting in its growth from a group of philanthropic tradesmen rather than any illicit connection to ancient sects or outlawed religious orders. The speed of the Freemasons’ progression and the rapid increase in their membership is a reflection of the desire of men to share good works and support their community.
The Middle Ages were a time of growth and construction. Castles, cathedrals and all manner of impressive buildings were being constructed and the most common building material for these projects was stone. This bred a wealth of craftsmen and artisans skilled in the art of the stonemason.
By the Seventeenth Century the stonemasons were gathering in organizations that would promote their craft and contribute to their society. These were the first Freemason Lodges and as early as 1646 there is record of a Freemason being inducted to a Lodge in Warrington. The movement grew rapidly from there and began to accept non-operative members from other trades and occupations, but there was little coordination between the Lodges.
In 1717, four Lodges joined together and proclaimed themselves a Grand Lodge. Understandably, other Lodges felt aggrieved by what appeared an elitist undertaking. Although the structure of the Grand Lodge was repeated in other places, including Ireland and Scotland, there remained much dissent between the groups.
Almost a century after the initial Grand Lodge was formed; the schism that had developed between the factions of the Freemasons was closed as the United Grand Lodge of England was created to bring all Freemasons together.
While the Freemasons are fundamentally a positive contributor to the community, they were seen as a potential danger to Hitler’s Nazi Germany and many were interned as political prisoners. By the end of World War II, between 80,000 and 200,000 Freemasons had been killed in the concentration camps of the Nazis.
After the Second World War there was an enormous jump in the numbers of Freemasons as men returning from the fighting sought out the companionship of other men and a way of re-entering a society that had been changed by the ravages of war. Today an estimation of the number of Freemasons exceeds five million, led by the Grand Master, His Royal Highness the Duke of Kent. 


10. Suspicion
Among the many fascinating facts about the Freemasons is the desperation with which the organization’s critics and detractors work to undermine it. Perhaps this is a response to that part of human nature that objects to not being let in on a secret or maybe it’s jealousy at the good work being done by the Freemasons and the subsequent kudos.
There are few movements so often regarded as proponents of political conspiracy and plotters against the forces of democracy and freedom. Freemasons are, according to some theorists, constantly in league with the devil of the day to install a New World Order. Sadly these campaigns always seem to be changing partnerships and one can’t help but question why the Jews, the Catholic Church, the Illuminati or whoever the previous villain was supposed to be doesn’t expose the new plot with their inside knowledge.
So paranoid are those that would strive for a New World Order that totalitarian states usually act quickly to outlaw the Freemasons. The fascist tried to ban them in 1925 Italy and Nazi Germany condemned Freemasons to concentration camps.
Within literature and the arts there are many references, both positive and negative to Masonic traditions and ideals. Rudyard Kipling and Mozart drew on Freemason ideals and symbolism in their work. Tolstoy led one of his major characters in “War and Peace” to become a Freemason and Dan Brown, in his celebrated books the “Da Vinci Code” and “Angels and Demons”, draws on Freemasonry with some challenging assertions.
Yet, so many authors and movie makers seem intent to blame the “secret society” of the Freemasons for the evils of the world. A list of films including “Paint Your Wagon” (1969) and “The Imaginarium of Doctor Parnassus” (2009) can be accused of Freemason links and the compilers of such evidence never tire of pointing out the “All Seeing Eye” on the United States of America’s dollar bill.
Regardless of the wealth of similar evidence, the fact that it is so frantically gathered underlines the obsessive nature of the suspicion toward the Freemasons.

Walt Disney Agenda

Dibalik kekonyolan dan tingkah lucu karakter-karakter kartun produksi Walt Disney tersimpan suatu agenda jahat untuk menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan dengan memasukkan unsur-unsur sihir / okultisme, kekerasan, seksualitas dan sejenisnya yang semestinya bukanlah merupakan konsumsi hiburan bagi anak-anak.
Lalu bagaimana sebagai orangtua kita membiarkan anak-anak kita diajari sihir sedari kecil? Bukankah hal itu sangat bertentangan dengan ajaran agama? Bila dilihat dari logo Walt Disney sendiri terselubung pesan “666” yang merupakan angka perlambang okultisme (penyembahan setan), Dimana angka “666” tersebut bila diperhatikan juga seringkali digunakan dalam setiap Barcode yang ada. Bahkan istana Walt Disney pun diistilahkan sebagai “The Magic Kingdom” (Kerajaan Sihir).
Angka “666” dalam tulisan “Walt Disney” dan Angka “666” yang tersembunyi dalam Barcode. Perhatikan 3 garis merah pada bagian awal, tengah dan akhir Barcode. 

Sekarang, bandingkan bahwa pola yang sama (“garis-spasi-garis” atau kode “101”) yang ditandai dengan warna biru itu sebenarnya menunjukkan angka 6.  Dengan demikian 3 garis merah di awal, tengah dan akhir Barcode adalah angka “666”.

Hal ini juga senada dengan apa yang dikatakan oleh orang Barat sendiri, yaitu Wes Penre, yang merupakan mantan dari kelompok pemuja setan, yang kemudian bertaubat dan menjadi peneliti dunia hiburan di Amerika Serikat. Dalam situs Illuminati News (4 Juli 2004), ia menulis sebuah artikel singkat berjudul “The Walt Disney Agenda”.

Penre menulis sebagai berikut, “I watched a movie yesterday, called ‘The Haunted Mansion’, starring Eddie Murphy. It was a Disney Production. Not only was it a horrible movie with lousy acting, but it also filled a certain purpose. The first question you may ask yourself after  you’ve watched it is: whom is it made for? Adults, children or both? Well, it is too silly to be an adult movie, and too scary to be a children’s movie. So, whom was it made for?

To answer that question, we need to know who Walt Disney really was, what his corporation stands for, and what purpose it has. I strongly advise you to read Fritz Springmeier’s excellent research on the Disney bloodline. (You can read about it online: http://www.theforbiddenknowledge.com/hardtruth/the_disney_bloodlinept1.htm)

Walt Disney was a 33° Freemason and an illuminist. Behind all those cartoons, magazines, movies etc., is a hidden agenda to mess up our children’s minds. Disney’s production over the years is filled with Masonic symbolism, occult over- and undertones, mind control and indoctrination. He is preparing our younger generations for the New World Order, and introduce them to sorcery (black magic) as being a ‘cool thing’. Read more about it in the above Springmeier article, it is amazing reading…

Artinya : Penre menulis sebagai berikut, “Kemarin saya menonton sebuah film berjudul ‘The Haunted Mansion’, dibintangi oleh Eddie Murphy. Film ini adalah produksi Disney. Bukan saja sekedar film yang buruk dengan akting yang payah, namun ada sesuatu di baliknya. Pertanyaan pertama yang muncul di benak kita setelah menontonnya, adalah: Untuk siapa sebenarnya film ini dibuat? Untuk orang-orang dewasa, ataukah anak-anak, ataukah keduanya? Jika untuk orang dewasa, film ini sangatlah naif, terlalu enteng, dan tidak lucu. Namun jika untuk anak-anak, film ini amat sangat menakutkan. Jadi, untuk siapa sebenarnya Disney membuat film tersebut?

Untuk menjawab semua pertanyaan itu maka kita perlu mengetahui siapa sesungguhnya Walt Disney, apa misi utama perusahaan Walt Disney, untuk apa ia didirikan, dan akan digunakan sebagai apa? Saya sangat menyarankan agar anda membaca tulisan Fritz Springmeier yang merupakan hasil risetnya yang sangat bagus terhadap garis keturunan Disney. Silakan anda baca: “The Skill of Lying, The Art of Deceit. The Disney Bloodline” (“Keterampilan Menipu dan Seni Berbohong. Garis Keturunan Disney”).

Walt Disney merupakan anggota Freemasonry derajat 33° (suatu derajat tertinggi yang hanya bisa dicapai oleh tokoh-tokoh Yahudi, dan juga anggota Illuminati). Di balik seluruh karakter kartun yang diciptakan yang tersebar di aneka film, buku cerita, dongeng, dan sebagainya; ada agenda tersembunyi Illuminati untuk mempengaruhi (memprogram) pemikiran anak-anak kita. Seluruh produksi Disney mengandung simbol-simbol Masonik, okultisme, dan juga indoktrinasi maupun pengendalian alam pikiran (mind control). Disney sedang mempersiapkan suatu generasi manusia yang sedari kecil telah diracuni pemikirannya agar suatu saat kelak bisa menerima ‘The New World Order’ (Tatanan Dunia Baru). Mereka juga memperkenalkan sejak dini kepada anak-anak di seluruh dunia bahwa sihir/ ilmu tenung itu sebagai sesuatu yang mengasyikkan. Bacalah tulisan Springmeier, sungguh suatu artikel yang sangat menarik.
Freemasonry Logo on Walt Disney Postcard
Sekarang lihat betapa dalam film kartun Tom & Jerry berjudul “Fast & Furry”, diperlihatkan ritual penyembahan setan. Juga dalam berbagai adegan diselipkan simbol-simbol Freemasonry antara lain: Piramida dengan Mata Satu (Mata Horus)-nya. Lalu juga ada simbol Masonik seperti Tongkat Caduceus (sebatang tongkat bersayap dililit dua ekor ular).

Kemudian dalam film Donald Duck (Duck Tales), seri “Yuppy Ducks Season 2”, disalah satu adegannya terdapat secarik kertas di dinding yang apabila dibaca sebenarnya adalah sebuah pesan yang bermakna: “Ask About Illuminati” (Bertanyalah/Carilah Info tentang Illuminati).
Satanic Ritual and Freemasonry Symbols in “Tom & Jerry” and “Ducktales” Cartoon Movies

Perhatikan film kartun “Spongebob” berikut ini yang lagi-lagi menampilkan simbol-simbol Freemasonry, seperti: Mata Satu (Mata Horus), Piramid dan Checkered Board (lantai kotak-kotak) didalamnya?

Lalu  perhatikan pesan yang disampaikan dalam salah satu filmnya yakni: “I will Rule the World” (“Aku akan menguasai Dunia”), beserta ditampilkannya si tokoh bermata satu dengan dua buah tanduk di kepalanya yang jelas-jelas merupakan personifikasi dari Iblis/Setan (Big Evil).
Freemasonry Symbols in “Spongebob” Cartoon Movie

Berikutnya, perhatikan film kartun “Mickey Mouse & Goofy” dibawah ini yang memperlihatkan simbol Mata Satu (Mata Horus) pada skateboard Goofy, sementara baut yang dipegang oleh Mickey Mouse berbentuk Piramid dengan lubang bautnya berbentuk bulat yang merupakan simbol sebuah mata juga.
Freemasonry Symbols in “Mickey Mouse” Cartoon Movie

Nah, sekarang lihat film kartun “The Simpsons Family” berikut. Dalam episode pertama musim tayang ke-9 nya, yang berjudul “The City of New York vs Homer Simpson”, secara perdana ditayangkan di stasiun TV Amerika Fox pada 21 September 1997.

Perhatikan bahwa terdapat pesan tersembunyi (subliminal message) didalamnya. Pada menit ke 3:18 tayangan film, Bart Simpson menggenggam setumpuk uang dengan simbol Freemasonry Piramid Mata Satu, sementara dilatar belakangnya, adik Bart Simpson (Lisa) menunjukkan sebuah majalah bertuliskan “New York” dengan illustrasi uang dollar $9 dan dua buah gedung tinggi yang membentuk angka “11”. Itu menunjukkan angka 9/11, di kota New York. Suatu peringatan, yang secara jelas menunjukkan rencana Freemasonry dalam upaya mereka untuk memerangi Islam.

Acara The Simpsons ini secara perdana diudarakan pada 21 September 1997, berarti 4 tahun sebelum terjadinya peristiwa runtuhnya gedung World Trade Center pada 11 September 2001 (9/11). Kemudian disebarkanlah oleh mereka berita bahwa: “World Trade Center diserang oleh kelompok Teroris Islam”.

Dengan demikian, sempurnalah mereka dalam upaya memunculkan sikap Islamophobia, yang merupakan suatu fitnah untuk memojokkan kaum Muslimin diberbagai penjuru dunia dengan memberinya cap negatif  “Teroris”.

Dalam salah satu adegan pada serial film kartun The Simpsons Family ini, diperlihatkan pula bahwa terjadi suatu ledakan bola api, dimana bola api itu digambarkan berbentuk Pentagram (Bintang lima — simbol okultisme yang juga kerap digunakan oleh Freemasonry). Akibat ledakan tersebut, sebuah jam dinding mendarat jatuh disamping Homer Simpson, sehingga Homer pun dengan terkejut menoleh kearah jam yang menunjukkan pukul 6 kurang lima menit tersebut. Apabila dibaca secara terbalik, maka jarum jam menunjuk angka “9-11”. Suatu kebetulankah? Sepertinya tidak!

Ingat, jauh-jauh hari sejak tahun 1859 -1871, Jendral Albert Pike (seorang tokoh terkenal dikalangan Freemasonry Yahudi) telah merencanakan dan membentuk Panitia Perang Dunia I, II dan III; dimana Perang Dunia III mereka rencanakan sebagai peperangan antara Zionisme dan Islam. Bisa jadi, ini semua adalah implementasi dari rencana mereka.

Bahkan dalam suatu situs Barat, diungkapkan bahwa tidak hanya film kartun “The Simpsons Family” ini saja yang mengutarakan pesan tersembunyi tentang rencana Freemasonry untuk memunculkan peristiwa “9-11” World Trade Center; namun ternyata di banyak film-film Hollywood lainnya pun pesan “9-11” itu telah disampaikan oleh mereka. Antara lain :
  • Pada film “The Matrix” (1999), pada menit ke 3:15 tayangan film, tanggal yang tercantum pada passpor secara jelas menunjukkan tangga “11 Sept 01” (maksudnya: 11 September 2001). 
  • Pada film “Terminator 2 – Judgement Day” (1981), pada menit ke 2:01 tayangan film, terlihat secara jelas tulisan “Caution 9-11” (Hati-hati dengan 9-11) pada jembatan. 
  • Pada film “Super Mario Bros” (1993), pada menit ke 2:08 tayangan film, terlihat adegan dimana gedung The World Trade Center dihancurkan dengan cara yang secara menakutkan adalah amat sangat mirip, dll.
Freemasonry Symbols in “The Simpsons Family” Cartoon Movie

Gravity Falls
Sebuah film kartun produksi baru dari Walt Disney yang bernama “Gravity Falls” adalah sangat sarat dengan simbol-simbol Freemasonry & Illuminati-nya. Film kartun ini bercerita tentang sepasang anak kembar berusia 12 tahun yang menghabiskan musim libur mereka bersama sang paman, yakni Uncle Stan di kota Gravity Falls di Oregon, Amerika Serikat.

Sang paman, Uncle Stan, dalam salah satu adegan kartun itu digambarkan menyembunyikan salah satu matanya serta memakai sebuah topi berbentuk seperti kopiah ala kelompok “the Shriners” (kelompok level tinggi Freemasonry, dimana hanya level 32 keatas yang boleh bergabung kedalam group ini). Dengan demikian dari awal cerita, seakan-akan telah digambarkan bahwa sang paman adalah seorang petinggi Freemasonry.

Kemudian dalam salah satu adegan yang lain terlihat simbol Piramida dengan Mata Satu (Mata Horus) beserta berbagai simbol sihir dan alkimia. Lalu tampak pesan sebagai berikut : “Floating Eyeballs – are they watching me?” (Bola-bola mata yang bergentayangan – apakah mereka mengawasi diriku?). Seakan suatu pesan tersembunyi bahwa Freemasonry Yahudi itu memiliki agen-agen yang begitu banyak untuk mengawasi, memantau, mengontrol orang-orang dan mereka itulah yang berada dibalik berbagai kejadian penting di dunia.

Perhatikan karpet dengan simbol Piramida dan Mata Satu pada salah satu adegannya. Lihat pula jam dinding milik Uncle Stan yang berbentuk Burung Hantu. Burung Hantu adalah simbol okultisme, merepresentasikan kelompok-kelompok penyembah setan seperti Freemasonry, Illuminati dan Bohemian Groove yang bekerja dalam kegelapan.

Dan juga perhatikan huruf  “A” pada tulisan “Shack” yang berbentuk jangka kompas dengan Mata Satu khas Freemasonry-nya. Semua itu sekedar illustrasi tanpa makna? Tampaknya tidak demikian.
A new Disney TV show “Gravity Falls” loaded with Freemasonry Illuminati symbols 

Kamis, 01 Januari 2015

Fakta Film Gravity Falls

GravityWelcomes

1. Episode "Tourist Trapped" & "The Legend Of Gobblewonker

 
2. Episode "Headhunters" & "The Hand That Rocks the Mabel

 
3. "The Incoveniencing & "Dipper VS.Manliness

 
4. "Double Dipper" & "Irrational Treasure

 
5. "The Time Traveler & Pig" & "Fight  Fighter"

 
6. "Little Dipper " & "Summerween"

 
7. "Boss Mabel & "Bottomles Pit "

 
8. "The Deep End" & "Carpet Diem

 
9. "Boyz Crazy" & "The Land Before Swine"

 
10. "Dreamscaperers" & "Gideon Rises"


Itulah cyptrogram diseluruh episode season 1 Gravity Falls. Di Cyptrogram episode "The Time Traveler & Pig" H.G Wells penulis fiksi "The Time Traveler". Kata Vivan los patos dela piscina yg ada di episode "The Deep End" adalah bahasa Spanyolnya "Long live the pool ducks". Carpet Diem adalah bahasa latinnya "Hari Karpet" tapi arti Carpe Diem (Tanpa T) adalah "rebut hari ini". Arti "E. Pluribus Trembley" adalah "Out of many, Trembley".