Bagi Anda yang menggunakan berbagai
layanan Google nampaknya harus sedikit berhati-hati. Dikabarkan, FBI
mengawasi setiap gerak-gerik Anda. Bahkan CIA serta NSA (National
Security Agency) juga ikut mengawasi pengguna internet dunia.
Seperti yang dilansir oleh Fox News
(6/3/13), Google menyatakan sendiri bahwa sistem mereka sedang diawasi
oleh badan investigasi federal, FBI. FBI saat ini dikabarkan sedang
menggunakan National Security Letters, sebuah bentuk penyadapan yang menerobos privasi pengguna secara menakutkan dan invasif. Google juga
menyebut bahwa aksi FBI ini merupakan yang pertama kali terjadi.
Diyakini, aksi ini sendiri masih merupakan sebagian kecilnya saja,
diyakini akan ada aksi yang lebih masif.
Berbagai pihak yang peduli akan hal ini
sendiri bertanya-tanya mengapa FBI sampai melakukan hal tersebut.
“Berbagai perhatian dan pertanyaan muncul berkaitan dengan penggunaan National Security Letters ini,” ucap Dan Auerbach dan Eva Galperin, pendiri Electronic Frontier Foundation.
David Krate, jurnalis Wired, menjelaskan bahwa National Security Letters mungkin saja digunakan untuk memata-matai pelanggan Google secara rahasia. National Security Letters akan digunakan untuk mengambil berbagai data langganan dan penggunaan peralatan komunikasi elektronik.
Meski begitu, Krate meyakini bahwa penggunaan National Security Letters tidak akan bisa dipakai untuk mengetahui email atau daftar pencarian para pengguna di layanan Google. Hal ini dikarenakan penggunaan National Security Letters telah diatur sebelumnya dalam Electronic Communications Privacy Act (ECPA) dan dijelaskan lebih lanjut di Patriot Act. Patriot Act dan National Security Letters
sendiri kerap mengundang berbagai kritikan dari media di AS karena
dianggap mengganggu kebebasan masyarakat. Untungnya, berkat negosiasi
alot yang dilakukan oleh Google dan pemerintah, penggunaan dua kebijakan
ini bisa dibatasi sehingga tidak terlalu mengganggu. (Fox News/Wired)
Aktifitas “Sosial Media” Seperti Tweeter dan Facebook Juga Diawasi
Federal Bureau of Investigation (FBI) mengeluarkan rilis yang menyatakan FBI untuk mengontrol sosial media, termasuk Facebook dan Twitter.
FBI meminta perusahaan teknologi yang
bergerak pada platform jejaring sosial untuk membangun sistem monitoring
yang bisa digunakan FBI untuk memantau lalu lintas internet.
FBI akan menggunakan informasi dari sosial media tersebut untuk merespon krisis yang mungkin akan terjadi.
FBI juga akan melakukan pengawasan
seputar kata kunci terorisme, operasi pengawasan, kejahatan online, dan
hal lain yang berkaitan dengan misi FBI. Agen akan mewaspadai pencarian
yang menghasilkan bukti pelanggaran atau ancaman.
White Paper yang dikeluarkan FBI menunjukkan bahwa FBI ingin menargetkan pengguna spesifik dalam grup pengguna sosial media.
Agen akan bisa menemukan lokasi pelaku,
menganalisa gerak-gerik, kerentanan perilaku, keterbatasan mereka, dan
kemungkinan tindakan buruk yang akan dilakukan.
Media sosial akan membantu memetakan matriks pola hidup, dan membantu menganalisa rutintinas sehari-hari target mereka.
Berikut isi White Paper FBI tersebut:
FBI noticed |
Awas, Kelicikan AS Obrak-Abrik Isi Email Anda
Badan-badan intelijen Amerika dituduh
telah melakukan spionase pada email dari jutaan orang Amerika dan ini
sering kali dilakukan, bahkan termasuk mantan presiden Bill Clinton.
Dalam serangkaian skandal intelijen
terbaru yang menerpa Washington, rincian skema pengawasan email mulai
muncul ke permukaan dengan dugaan yang dilaporkan di New York Times.
The Times memetik satu klaim
dari analis NSA bahwa pesan elektronik yang dikirim ke dan oleh warga
negara Amerika, termasuk mantan presiden, yang kini istrinya menjadi
Menlu AS, merupakan di antara dari mereka yang dijadikan sasaran
sweeping.
Sistem database, yang disebut Pinwale, digunakan oleh National Security Agency (NSA) untuk menangkap dan memeriksa sejumlah besar email yang melewati jaringan telekomunikasi Amerika.
NSA yang telah mengkonfirmasikan bahwa
Pinwale memang ada, meskipun tidak akan berkomentar mengenai dugaan
terbaru atau memberikan rincian lebih lanjut mengenai bagaimana sistem
tersebut beroperasi.
Ketua Komite Senat Intelijen, yang telah
menyelidiki klaim pengawasan tanpa izin tersebut selama beberapa tahun,
bereaksi terhadap berita tentang sistem Pinwale tersebut menyatakan
bahwa tidak ada pelanggaran hukum yang telah terjadi. Berita tersebut
merupakan salah satu dari rangkaian panjang tentang sejauh mana
badan-badan keamanan Amerika terus melacak kehidupan orang biasa,
termasuk kontroversi mengenai warrant-less wiretaps, sebuah
kebijakan yang diisukan terjadi pada masa pemerintahan Bush yang mana
mereka mengijinkan NSA untuk memeriksa segala jaringan yang dipakai oleh
warga AS, termasuk telepon, email, sms dan kegiatan internet lainnya, tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Namun Senator California Dianne
Feinstein, seorang Demokrat, mengatakan ia sebelumnya menginvestigasi
Pinwale dan menyatakan bahwa sistem itu tidak melanggar hukum.
“Kami mengajukan pertanyaan. Kami yakin itu tidak benar,” Feinstein mengatakan kepada sebuah Sidang Komite Kehakiman.
“Saya telah memeriksa bab dan ayat ini.
Saya tidak percaya bahwa semua konten pada bab ini termasuk dalam
program tersebut”, tambahnya.
Sikap tersebut kontras dengan empat tahun
lalu, ketika Feinstein mengatakan kepada Senat mengatakan bahwa dia
merasa “sangat berat hati” setelah mengetahui bahwa layanan intelijen
telah bertindak dalam pelanggaran dari hukum yang telah dibantunya untuk
lolos.
Pada tahun 2005 Presiden Bush telah
memotong proses persetujuan yang biasa dari pengadilan untuk pemeriksaan
elektronik, mendorong pejabat NSA untuk melakukan wiretaps di bawah perintahnya.
Dituduh menyalahgunakan kekuasaannya,
Bush kemudian menyatakan itu adalah “tanggung jawab konstitusional”,
tetapi saat Kongres sangat menolak hal tersebut, kontroversi itu
berakhir tahun 2011 lalu dengan kompromi bahwa tindakan itu disetujui
secara efektif dan memberi kekebalan kepada perusahaan telekomunikasi AS
atas peran mereka membantu NSA.
“Email paling
pribadi masyarakat Amerika biasa telah dan masih sedang disadap dan
kemudian disimpan dalam database rahasia NSA, mungkin tanpa alasan,”
ujar Kevin Bankston, seorang pengacara dengan kelompok kampanye Electronic Frontier Foundation. Organisasi yang menuntut pemerintah atas penyadapan komunikasi ilegal, mengatakan sistem seperti Pinwale harus berhenti.
“Salah satu solusi yang kami minta dalam
hal ini adalah pemusnahan komunikasi domestik dan catatan yang oleh NSA
telah ditimbun secara ilegal di sistem database seperti Pinwale.”
Big Brother |
Sementara
beberapa dari episode tentang pengawasan rahasia pemerintah telah
terjadi di Amerika, sesungguhnya dalam memantau kegiatan para warga, AS
tidak sendirian.
Sesungguhnya, kepopuleran komunikasi
internet ini telah mendorong pemerintah dan badan-badan intelijen di
seluruh dunia untuk fokus terhadap bidang tersebut. Minggu lalu, Cina
telah dipaksa untuk menghentikan rencana untuk mewajibkan menginstal
perangkat lunak pengawasan pada setiap PC dalam negeri, sementara
pemerintah Iran melumpuhkan komunikasi internet dengan adanya sengketa
Pemilu.
Pemerintah Inggris, sementara itu,
berniat untuk membuat rangkaian database yang digunakan untuk melacak
setiap panggilan telepon, email dan pesan teks di Inggris.
Awal tahun 2012 lalu, badan GCHQ
menyangkal bahwa mereka sedang membangun sistem yang setara dengan
Pinwale, setelah adanya laporan bahwa badan tersebut mengalokasikan £ 1
miliar untuk membangun sebuah sistem yang berguna untuk memonitor semua
penggunaan internet di Inggris.
Namun, berita dari AS ini hanya datang sebulan setelah Presiden Obama mengatakan dia akan membuat kantor baru untuk cybersecurity, atau keamanan dunia maya, erat kaitannya dengan NSA, sementara bersumpah tidak akan membahayakan privasi rakyatnya.
“Upaya kami akan cybersecurity tidak akan, saya ulangi, tidak akan termasuk pemantauan sektor pribadi atau lalu lintas jaringan Internet,” katanya.
“Kami akan menjaga dan melindungi privasi pribadi dan kebebasan sipil yang sangat kami hargai sebagai orang Amerika,” tambahnya.
Fakta bahwa AS menyadap lalu lintas email
tidaklah terlalu mengejutkan, sebelumnya, Israel juga melakukan aksi
penyadapan yang kurang lebih serupa, bahkan mungkin lebih canggih. (iw/gd/Berita SuaraMedia)
Berbenturan dengan “Privacy”
Pengguna Facebook dan Twitter mungkin bisa melindungi akun mereka dengan melakukan setting “private” untuk setiap posting yang dilakukan.
Namun kenyataanya, pemerintah AS menginginkan agar semua data bisa diakses oleh FBI. Menurut Jennifer Lynch dari organisasi Electronic Frontier, hal ini bisa mengancam kebebasan berbicara di AS.
“Alat-alat yang digunakan akan mampu menyimpan data dalam waktu lama dan melanggar privacy“,
jelas Jennifer. “Saya khawatir ini akan berdampak pada kebebasan
berbicara di AS dan warga akan khawatir untuk mengatakan apa yang mereka
inginkan,” tambah Lynch.
FBI juga mengatakan bahwa kontrol sosial
media akan bisa memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan. Secara
berkala FBI akan menganalisa timeline, menganalisa tren, pola, dan
asosiasi yang terbentuk di sosial media. (Kompas/merdeka/berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar