Sebuah bintang besar pernah tiba-tiba
terlihat paling terang pada seribu tahun lalu, antara 30 April hingga 1
Mei tahun 1006, di bagian selatan konstelasi Wolf (Lupus). |
Bintang itu pernah tercatat dalam
beberapa artifak dan literatur saat menerangi langit malam planet Bumi,
di atas wilayah yang sekarang dikenal sebagai Asia Tengah, Afrika Utara
dan Eropa.
Manusia yang hidup pada saat itupun
terpesona dan mencatat peristiwa tersebut! Beberapa catatan masih ada
dan dapat dibaca saat ini.
Ledakan bintang atau Supernova |
Ternyata, ini adalah peristiwa “Ledakan Bintang” atau Supernova yang paling terang (Hypernova) yang pernah dilihat oleh peradaban manusia dalam sejarah yang pernah tercatat.
Astronom Cina dari era yang sama, menggambarkan bagaimana cahaya supernova itu cukup untuk menerangi obyek-obyek di lapangan.
Sedangkan beberapa biarawan dari biara
Benediktin di Swiss mengagumi kecerahan bintang itu, dan mengomentari
variabilitas cahayanya;
“Kadang-kadang melemah, kadang-kadang terang sekali, dan kadang-kadang padam.”
Mungkin karena kondisi atmosfer pada saat itu dan karena bintang itu juga terlihat cukup rendah, berada di cakrawala selatan.
Petroglyph
(batu ukiran) yang dibuat oleh suku asli Amerika yang ditemukan di
Arizona, menunjukkan peristiwa supernova pada tahun 1006 itu. |
Dan pada tahun 2006 lalu, dua astronom Amerika berspekulasi bahwa petroglyph
(batu ukiran) yang dibuat oleh suku asli Amerika yang ditemukan di
Arizona, menunjukkan peristiwa supernova pada tahun 1006 itu.
Pada ukiran tersebut menunjukkan obyek
yang menyerupai bintang melayang di atas simbol kalajengking. Meskipun
beberapa archaeolog-astronomers terkemuka sangat skeptis terhadap klaim
ini.
Sementara itu, seorang dokter Mesir/Arab
dan astronom Ali bin Ridwan di tahun 1006 juga mencatat bahwa “langit
bersinar” oleh cahaya dari sebuah bintang, menambahkan;
“Intensitas cahayanya sedikit lebih dari seperempat cahaya bulan.”
Dia juga membandingkan kecerahan bintang
ini adalah tiga kali lebih besar dari planet Venus. Artinya, dengan
magnitudo tampak sebesar −7,5 , terangnya ledakan bintang itu lebih
terang dari planet Venus, bahkan oleh cahaya bulan sabit.
Namun jauh lebih terang bulan purnama.
Jadi walau jauh, ledakan bintang ini sangat terlihat oleh mata telanjang
dan pastinya, sangat menakjubkan.
Pada masa kini, bintang itu dikenal sebagai sisa Supernova SN 1006,
awan puing itu kini tampak meluas sekitar 60 tahun cahaya dari titik
ledakannya pada masa lalu, dan kini dipahami oleh astronomer bahwa
ledakannya mewakili sisa-sisa dari bintang kerdil putih.
Merupakan bagian dari sistem bintang
biner, dimana bintang kerdil putih padat secara perlahan-lahan mengambil
materi dari bintang pendampingnya.
Penumpukan massa akhirnya memicu ledakan termonuklir
yang menghancurkan bintang kerdil tersebut. Karena jarak Bumi ke sisa
supernova SN1006 adalah sekitar 7.200 tahun cahaya, maka ledakan bintang
tersebut sebenarnya terjadi pada 7.200 tahun yang lalu, sebelum
cahayanya mencapai Bumi pada tahun 1006.
Sentakan gelombang pada sisa-sisa ledakan
mempercepat partikel kepada energi ekstrim dan diperkirakan menjadi
sumber dari sinar kosmik misterius.
Para astronom saat ini mengetahui bahwa
pada puncaknya, yaitu pada musim semi tahun 1006 lalu, orang mungkin
bisa membaca naskah di tengah malam dengan cahaya hasil ledakannya.
Supernova SN 1006 |
Sebuah
pita gas yang sangat tipis dari “sisa supernova” yang disebabkan oleh
ledakan bintang yang terjadi lebih dari 1.000 tahun lalu mengapung di galaksi kita. |
Sebuah
pita gas yang sangat tipis dari “sisa supernova” yang disebabkan oleh
ledakan bintang yang terjadi lebih dari 1.000 tahun lalu, mengapung di galaksi kita. |
Pita gas sisa Supernova SN 1006 |
Runtuhnya Kerajaan Medang
Jika bangsa-bangsa lain di dunia
mengetahui dan melihat peristiwa supernova ini di langit malam mereka,
bagaimana dengan bangsa kita? Sempatkah bangsa kita dahulu mencatat
peristiwa ini? Mungkinkah ada prasasti yang menunggu untuk ditemukan
yang mencatat cahaya bintang cemerlang di langit malam tahun 1006 Masehi
tersebut?
Sebuah
pita gas yang sangat tipis dari “sisa supernova” yang disebabkan oleh ledakan bintang yang terjadi lebih dari 1.000 tahun lalu. |
Memang problem terbesar bagi kita untuk
meneliti sejarah bangsa adalah kurangnya catatan-catatan yang kita
peroleh dari nenek moyang kita dahulu, tidak seperti bangsa China yang
sampai saat ini catatan-catatan nenek moyang mereka masih banyak yang
tersimpan dengan baik hingga masa sebelum masehi.
Bukan berarti nenek moyang kita malas
mencatat, tapi lebih karena daerah kita yang rawan terhadap bencana alam
seperti letusan gunung berapi dan gempa bumi.
Bencana-bencana inilah yang mungkin
memusnahkan sebagian catatan-catatan nenek moyang kita, terutama yang
dicatat pada daun lontar dan kayu. Hanya yang tercatat pada batulah yang
kemungkinan besar masih dapat kita temukan.
Menariknya pada abad 10 dan awal abad 11
lalu saat supernova ini terlihat dari Bumi, sejarah bangsa Indonesia
yang diketahui saat itu adalah terjadinya perseteruan dua kerajaan
besar, yaitu Sriwijaya (Sumatera) dan kerajaan Medang (Jawa) atau yang lebih dikenal dengan kerajaan Mataram Kuno/Hindu.
Kerajaan Medang pada Periode Jawa Tengah dan Jawa Timur |
Waktu itu Medang menjadi kerajaan yang
cukup kuat, bahkan sebelumnya mengadakan penaklukan ke Bali, mendirikan
koloni di Kalimantan Barat, serta mengadakan serangan ke Sriwijaya. Lebih menarik lagi, dalam perseteruan Sriwijaya dan Medang di tahun 1006 ini ada istilah Maha Pralaya atau Pralaya yang sampai saat ini masih menjadi perdebatan para ahli sejarah bangsa ini.
Mahapralaya adalah peristiwa hancurnya
istana Medang di Jawa Timur berdasarkan berita dalam prasasti Pucangan
yang merupakan sebuah prasasti berbahasa Sanskerta dan Jawa Kuna (Kuno).
Juga merupakan prasasti peninggalan zaman
pemerintahan Airlangga, yang menjelaskan tentang beberapa peristiwa
serta silsilah keluarga raja secara berurutan.
Prasasti Pucangan ini disebut juga dengan Calcutta Stone,
karena sekarang prasasti ini disimpan di Museum India di Kolkata
(Calcutta), India. Sayangnya, kami tak berhasil mendapatkan wujud gambar
dari prasasti tersebut.
Prasasti Pucangan terdiri dari dua prasasti berbeda yang dipahat pada sebuah batu, di sisi depan menggunakan bahasa Jawa Kuna dan di sisi belakang menggunakan bahasa Sanskerta, namun kedua prasasti tersebut ditulis dalam aksara Kawi (Jawa Kuna). Prasasti ini berbentuk blok berpuncak runcing serta pada bagian alas prasasti berbentuk bunga teratai.
Prasasti Pucangan |
Penamaan prasasti Pucangan ini,
berdasarkan kata Pucangan yang ditemukan pada prasasti tersebut, pada
prasasti ini menceritakan adanya suatu perintah untuk membangun suatu
tempat pertapaan di Pucangan, yaitu nama sebuah tempat dahulunya di
sekitar gunung Penanggungan, kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
Prasasti ini ditemukan pada masa Raffles
menjadi Gubernur pemerintahan kolonial Inggris di Batavia, dan kemudian
mengirimkannya ke Gubernur Jendral Lord Minto di Calcutta.
Berikut aksara pada prasasti Pucangan:
- //svasti//tribhirapigunaairupetonŗņaāvvidhānesthitautathā- pralayeaguņaitiyaħprasiddhastasmaidhāthrenamassatatam
- agaņivikramaguruņāpraņamyamānassurādhipenasadãpiyastrivi kramaitiprathitolokenamastasmai.
Alih Bahasa:
- Selamat! Hormat selalu baginya, yang diberkati dengan ketiga guna ketika takdir para manusia telah ditetapkan, hingga ketika kehancuran telah diatur, demikian bagi Pencipta tidak memiliki guna.
- Hormat baginya, demikianlah triwikrama yang dikenal dunia oleh langkah yang besar tanpa perhitungan, juga selalu hormat oleh pikiran raja para dewa.
Tahun terjadinya peristiwa tersebut tidak dapat dibaca dengan jelas sehingga muncul dua versi pendapat. Sebagian sejarawan menyebut Kerajaan
Medang runtuh pada tahun 1006, sedangkan yang lainnya menyebut tahun
1016. Artinya, tak lama setelah terlihatnya Supernova 1006 yang sangat
terang sepanjang sejarah peradaban manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar