Apa yang ada dalam benak seorang
pemuda cerdas, sarjana berpredikat cum laude, ketika dia meninggalkan kehidupannya,
keluarga yang mencintainya, dan mengasingkan diri ke alam liar? Mengapa dia
menanggalkan kenyamanan peradaban dan semua atribut duniawi, dengan
menyumbangkan semua tabungannya, membakar sisa uang tunai yang dia miliki,
serta meninggalkan mobil kesayangannya di tengah hutan begitu saja?
Christopher McCandless menjelma
menjadi Alexander si Petualang Super -- menggantungkan hidup pada alam
sepenuhnya, mengabaikan risiko apa pun, dan mencoba bertahan di tengah kebekuan
dan kesunyian Alaska, The Last Frontier, dataran kejam yang tak kenal belas
kasihan. Akankah petualangan ini membawa dia pada makna kehidupan? Ataukah ini
hanya kegilaan kompleks seorang pemuda yang nyentrik yang haus sensasi?
Di dalam Into the Wild: Kisah Tragis
sang Petualang Muda, Jon Krakauer mengajak kita menguak misteri pengasingan
diri Alexander si Petualang Super dan menyelami gairah manusia saat
bersinggungan dengan bahaya dan maut.
Buku wajib bagi para petualang alam
dan pemilik jiwa yang resah.
Christopher McCandless, 1992 |
Kutipan dari Mark Twain, “Berhati-hatilah
membaca buku kesehatan, kamu bisa mati karena kesalahan cetak.“ Agaknya,
inilah yang menjadi kesalahan kecil bodoh jika kita berpikir sebagai manusia
yang tak menyangka bahwa inilah yang
menjadi akhir tragis dari kehidupan si petualang super. Alex atau nama aslinya
adalah Christopher McCandless. Karena ‘keliru’ membaca buku botani, Alex
keracunan kacang manis liar yang dipikirnya tanaman kentang liar. Akibat
kelaparan di kejamnya pedalaman Alaska, tempat yang dipilihnya setelah dia
memutuskan untuk meninggalkan kehidupan pribadi dan keluarganya. Sepertinya
‘kesalahan membaca buku’ juga yang mempengaruhi keputusan Alex sebelum akhirnya
menuju ke alam liar.
Pemikiran
tokoh-tokoh semacam Mark Twain, Leo Tolstoy, Jack London, Anthonny Storr, Henry
David Thorreau dan sebagainya adalah pembentuk pribadi McCandless. Secara tidak
langsung panutannya adalah mereka yang bertanggung jawab atas petualangan
McCandless yang berujung pada kematian. London misalnya, penulis yang bagi
McCandless adalah bagai pahlawan, yang sialnya mati bukan sebagai pahlawan
namun sebagai pemabuk depresi sementara pemikiran bijaksana Tolstoy agaknya
dilupakan McCandless sebagai fiksi yang tak nyata.
Selain
alasan bersifat pribadi dengan orang tuanya dan juga pemerintah yang dinilai
Alex memuakan. Memang agak logis untuk menelusuri apa saja yang menjadikan
seorang jenius semacam Alex mau menyerahkan nyawanya pada kejamnya belantara.
Ataukah karena prinsip hidupnya yang menyukai tantangan dan alam liar adalah
tantangan yang dipikirnya bisa dihadapi atau juga karena hanya ingin bersikap
entah apatis atau itulah ketenangan karena Alex pernah berkata tentang “Aku
tidak ingin tahu jam berapa sekarang. Aku tidak ingin tahu hari apa sekarang
atau di mana aku saat ini. Semua itu sama sekali tak berarti.” Namun pada
akhirnya Alex mendapat pelajaran dalam kesunyian yang dicari. Seperti
kutipannya yang fenomenal: “Kebahagiaan Hanya Akan Nyata Apabila Dibagi.“
Tak
perlu jadi jenius untuk memahami bahwa kalimat itu adalah penyesalan Alex
karena meninggalkan orang-orang tersayang dan juga peradaban. Kisah
Alex sendiri sungguh luar biasa. Saya kagum dan bersimpati untuknya. Namun,
tulisan Krakauer sediki membuat para pembacanya kecewa. Karena didalam buku ini memiliki cita
rasa keterpaksaan, karena memang asal-usul buku ini adalah perpanjangan dari artikel
sembilan ribu kata dalam majalah Outside yang mendapat begitu banyak tanggapan
beberapa saat setelah kematian McCandless. Komersialisasi akan sebuah kisah
walau jelas memberi pesan tertertu kepada pembaca. Bahwa kisah Alex si Petualang Super yang menyedihkan harus
bercampur baur dengan petualangan pribadi si penulis dan beberapa orang lain
yang harusnya ceritanya berdiri sendiri atau lebih bijaksana bila berganti
judul, misal akhir petualang tragis si petualang dan kisah - kisah tragis lainnya. Walau jelas judul “Into The Wild“ sendiri telah mewakili isi kisah,
namun fatalnya bahwa pada blurb yang
berada di sampul belakang hanya bercerita tentang Alex, namun isi Alex dan
bermacam petualangan lainnya.
Bagian
terbaik dari sebuah buku adalah nilai yang dipetik, buku ini telah
menyampaikan pesan dari sosok Christopher McCandless ini yang inspiratif. Di
tengah kekalutannya, dia memilih alam sebagai pelariannya sambil tenggelam
bersama pemikiran para penulis besar. Setidaknya walau berakhir tragis pilihan
McCandless lebih bisa ditoleransi dibanding pemuda yang mati bunuh diri karena
putus asa, membunuh perlahan dirinya dengan narkoba, melakukan tindakan anarkis
untuk melawan pemerintah dan orang tua. Masuk hutan liar dan kelaparan lebih
baik dibanding anti kemapanan para penganut aliran Punk. Sayang, McCandless
harus meninggal di usia begitu muda, seandainya alam menyelamatkannya dan
membuatnya kembali pada peradaban mungkin memang tidak ada si Petualang Super. Namun sebuah pelajaran datang di saat yang sangat terlambat. Pelajaran
terbaik dari McCandless adalah bahwa seorang manusia hanya boleh membawa apa
yang bisa menampung di otak, hati, dan punggungnya. Setidaknya hal tersebut
memberitahu bahwa gaya hidup remaja matrealisme dan hedonisme bukan pilihan
bijak. Dan juga masuk ke alam liar tanpa persiapan juga tak bisa dibenarkan.
Kutipan kesayangan McCandless dari
buku Family Happiness milik Leo Tolstoy; “Aku
ingin pergerakkan dinamis, bukan kehidupan yang tenang, bahaya dan kesempatan
untuk mengorbankan diri bagi orang yang kucintai. Aku merasakan di dalam diriku
tumpukan energi sangat besar tidak menemukan penyaluran di dalam kehidupan kita
yang tenang.“
Tidak ada komentar:
Posting Komentar