Ratusan panah-panah api (missile) berterbangan dilangit, tak kalahnya panah-panah api berekor panjang (laser) juga terlihat membelah cakrawala, bola-bola api raksasa (nuclear blast)
menyilaukan dan membutakan mata, semua itu diakhiri suara menggelegar
yang memekakkan telinga, ribuan nyawa manusia dan hewan melayang tak
terkira dan menyisakan kehancuran yang dahsyat di berbagai tempat dimuka
Bumi tercinta.
Apa mungkin 15.000 tahun SM, ada perang
nuklir dan peradaban manusia sudah demikian tinggi? Padahal, teknologi
nuklir merupakan teknologi hi-tech yang dikerjakan oleh para ahli fisika.
Kesalahan kecil yang terjadi pada
peralatan atau prosesnya dapat menjadi bencana, penebar maut. Seperti
kebocoran di reaktor nuklir Chernobyl milik Rusia yang menelan banyak
korban jiwa karena radiasi radio aktif.
Ada kabar menarik dari arkeolog India.
Ditemukan sejumlah bukti yang menunjukkan di India diduga pernah terjadi
2 perang besar yang menggunakan senjata pemusnah massal.
Penelitian dilakukan oleh oleh Michael
Cremo tahun 2003, arkeolog senior dari AS. Selama 8 tahun, penganut
agama Hindu ini meneliti narasumber dari kitab suci Weda dan Jain, yang
ditulis pendeta Walmiki, ribuan tahun lalu. Cremo tertarik
menginvestigasi dan mendalami dua kitab suci tersebut.
Ia menemukan nama-nama yang tertera di kitab tersebut ada di India. Ditemani tim dan rekannya, Dr.Rao C.S, arkeolog terkemuka India, ia meneliti dengan perangkat canggih “penjejak waktu” ( thermoluminenscence dating method ) untuk setiap obyek.
Dengan karbon radio isotop, keakuratan umur objek mampu dijejak hingga miliaran tahun ke belakang. Kitab Weda ternyata bisa menjadi nara sumber akurat, mengungkap kisah-kisah sebenarnya beribu tahun lalu. Tak semata kitab suci.
Mereka mencoba mengupas isi kisah
Mahabarata, dari awal kejadian hingga perang Bharatayudha, ditandai
berakhirnya perjalanan keluarga Bharata. Mereka yang berperang, berasal
dari keturunan Pandu dan Destrarata, 2 bersaudara.
Baratayuda, adalah istilah yang dipakai
di Indonesia untuk menyebut perang besar di Kurukshetra antara keluarga
Pandawa melawan Korawa. Perang ini merupakan klimaks dari kisah
Mahabharata, yaitu sebuah wira carita terkenal dari India.
Dr.Rao
meneliti bukti-bukti sejarah di lautan, di teluk Gujarat, untuk
mengungkap bukti keberadaan Kerajaan Dwaraka. Istana Sri Krisna, otak
penggalang strategis dari pihak Pandawa. Konon, kerajaan ini musnah
ditelan gelombang laut tahun 1478 SM, setelah perang Bharatayudha tahun
1443 SM.
Michael Cremo mengadakan penelitian di
daratan, diantaranya: Indraprasta, Hastinapura, dan padang Khurusethra,
bekas perang itu terjadi. Seperti diketahui, Indraprasta merupakan
tempat bermukim keluarga Pandawa di awal perjuangan merebut Hastina.
Khurusethra adalah bekas pertempuran dahsyat keluarga Bharata.
Para ahli menemukan banyak bukti yang
mengejutkan. Tanah tegalan luas itu ternyata tak ditumbuhi tanaman apa
pun, karena tercemar radio aktif. Pada puing-puing bangunan atau
sisa-sisa tengkorak manusia yang ditemukan di Mohenjo Daro tercemar
residu radio aktif yang cukup pekat.
Menurut Dr.Indrajit, ahli termonuklir,
hal ini terjadi diduga akibat radiasi ledakan termonuklir skala besar
dalam peperangan tersebut. Jelasnya terdapat dalam kalimat Weda yang
diterjemahkan bebas seperti ini, ”Arjuna yang gagah berani, duduk dalam
Weimana/ Vimana.
Terlihat relief Vimana sedang melayang di kanan atas |
Dalam Ufology, Vimana adalah wahana mirip
piring terbang. Bahkan ada teori, bahwa dulunya Vimana adalah istilah
untuk kendaraan alien yang berperang dengan manusia Bumi yang pada saat
itu juga sudah canggih.
Teori kedua dalam Ufology, bahwa dulunya
ada dua ras alien yang memperebutkan Bumi dan menghasilkan
radiasi-radiasi yang hingga kini masih dapat dibuktikan.
Oleh kerenanya, manusia mengganggap bahwa
para alien tersebut adalah “Dewa-dewa dari langit” yang sangat tangguh
dan perkasa, lalu manusia membuat ceritanya dalam kitab-kitab Hindu.
Vimana dapat mendarat di tengah
air, lalu mengangkat gendewa dan meluncurkan sebatang anak panah.
Semacam senjata mirip rudal/ roket, yang dapat menimbulkan sekaligus
melepaskan nyala api yang bersinar terang di atas wilayah musuh.
Curahannya seperti hujan lebat yang
deras, mengepung musuh dengan kekuatan dahsyat. Setelah panah itu tiba
pada sasarannya, dalam sekejap sebuah bayangan yang tebal dengan cepat
terbentuk seperti cendawan raksasa merekah di atas wilayah kurawa.
Angkasa menjadi gelap gulita, semua
kompas yang ada dalam kegelapan menjadi tidak berfungsi, kemudian badai
angin yang dahsyat mulai bertiup wuuus… wuuus, disertai debu pasir.
Burung-burung bercicit panik seolah-olah
langit runtuh dan bumi gonjang-ganjing. Sementara itu di atas langit,
matahari seolah-olah bergoyang, panas membara memancarkan udara
mengerikan, membuat bumi berguncang, dan gunung-gunung bergoyang.”
“Di kawasan darat yang luas,
binatang-binatang mati terbakar dan berubah bentuk. Air sungai kering
kerontang, ikan, udang dan hewan laut lainnya, semuanya mati.”
“Saat panah (apakah roket atau senjata
laser?) meledak, suaranya bagaikan halilintar, membuat prajurit musuh
berjatuhan bagaikan batang pohon yang terbakar hangus. Akibat yang
ditimbulkan oleh senjata Arjuna tersebut, tercipta badai api, diikuti
ledakan dahsyat yang memancarkan debu beracun (radio aktif?).”
Menurut kepercayaan populer Kuil
Mahabalipuram bukan suatu kuil, tetapi suatu candi yang terakhir dari
serangkaian tujuh candi, enam di antaranya telah tenggelam.
Penemuan bangunan utama reruntuhan itu
terjadi pada bulan April 2002 di lepas pantai Mahabalipuram di Tamil
Nadu, India Selatan, pada kedalaman 5 hingga 7 meter (15-21 kaki)
dilakukan oleh tim gabungan dari Dorset Scientific Exploration Society (SES) dan India’s National Institute of Oceanography (NIO).
Penyelidikan di lokasi masing-masing
ditemukan batu, sisa-sisa tembok yang tersebar, batu persegi dan blok
persegi panjang dan platform besar dengan undak-undakan yang menuju ke
sana. Semua ini berbaring di tengah-tengah formasi geologis batuan
lokal.
Terdapat 4 sosok singa di empat lokasi, reruntuhan itu disimpulkan menjadi bagian dari kompleks candi.
Dinasti Pallava, yang menguasai wilayah
itu selama abad ke-7 Masehi, dikenal memiliki banyak bangunan batu keras
seperti struktural candi di Mahabalipuram dan Kanchipuram.
Poet Dwarka (India)
Di antara yang paling menarik dari
penemuan-penemuan arkeologi yang dibuat di India dalam beberapa tahun
terakhir adalah yang dibuat di lepas pantai dan Bet Dwarka Dwarka di
Gujarat.
Penggalian telah berlangsung sejak 1983. Ini adalah dua tempat yang terpisah 30 km satu sama lain. Dwarka berada di pantai laut Arab, dan Bet Dwarka adalah di Teluk Kutch.
Kedua tempat ini dihubungkan dengan
legenda tentang Kresna yang baik. Ada banyak candi di sini, terutama
yang termasuk ke dalam periode abad pertengahan.
Dinilai sebagai salah satu dari tujuh
kota paling tua di negara ini, kota legendaris Dvaraka adalah tempat
kediaman Lord Krishna. Hal ini diyakini bahwa akibat kerusakan dan
kehancuran oleh laut, Dvaraka telah tenggelam enam kali!
Untuk memperluas dan memperdalam
penelitian ini, Unicef dan NASA membantu pemotretan dengan citra lansat
satelit. Dari hasil riset dan pemotretan yang difokuskan di hulu sungai
Gangga, para arkeolog menemukan banyak sisa puing bangunan yang telah
menjadi batu hangus.
Batu besar reruntuhan ini ketika
dilekatkan jadi satu, permukaannya menonjol dan cekung tidak merata.
Ketika dicoba melebur bebatuan tsb, ternyata dibutuhkan suhu minimal
1.800 derajat celcius! Batu biasa dalam keadaan normal tak mencapai suhu
ini.
Kecuali pada benda-benda yang terkena
radiasi nuklir, baru bisa mencapai suhu yang demikian tinggi. Di
pedalaman hutan primitif India, peneliti juga menemukan lebih banyak
reruntuhan batu hangus.
Tembok kota yang runtuh dikristalisasi,
licin seperti kaca, lapisan luar perabot rumah tangga yang terbuat dari
batu dalam bangunan juga telah di-kaca-lisasi. Para peneliti heran,
selain di India, batu radiasi juga ditemukan di bekas Kerajaan Babilonia
Kuno, Gurun Sahara dan Gurun Gobi di Mongolia!
Inilah bukti reruntuhan perang nuklir
prasejarah, derajat radiasi masih terekam meski kejadiannya ribuan tahun
SM ( Sebelum Masehi ). Batu kaca pada reruntuhan tersebut, semuanya
sama persis dengan batu kaca pada kawasan percobaan nuklir saat ini.
Diduga kuat perang Bharatayudha adalah
perang nuklir yang terjadi antara 30.000 – 15.000 SM. Untuk meneliti
lebih jauh penyebaran batu radiasi ini, para ahli nuklir PBB akan
mengungkapnya dalam program khusus.
Penelitian yang dilakukan Dr. Rao di
bawah lautan didasarkan petunjuk Weda, bahwa Kerajaan Dwaraka ditelan
laut beberapa saat setelah Bharatayudha usai. Kerajaan Dwaraka adalah
kediaman Sri Krisna, raja yang pegang kendali strategis di perang
saudara ini.
Dalam kitab suci Hindu, ia merupakan
jelmaan Dewa Wisnu, pemelihara perdamaian. Keberadaan Dwaraka dilakukan
selama 8 tahun, dan baru jelas setelah dibantu citra satelit NASA. Dari
sana ditemukan jejak kerajaan tersebut di bawah Teluk Gujarat.
Setelah ada petunjuk pasti, akhirnya
Dwaraka berhasil ditemukan dalam keadaan hancur digulung gelombang Laut
Arab yang cukup dahsyat. Dari hasil investigasi, banyak temuan berharga
indikator kehidupan makhluk 15.000 tahun lalu.
Selain tembikar, ada bongkahan batu besar
yang diduga benteng dan dinding istana. Batuan dipenuhi ornamen indah,
lonceng kuil dari tembaga, jangkar kapal, pot bunga dari keramik, serta
uang emas dan tembaga.
Penemuan logam ini memperlihatkan kepada
kita, bahwa peradaban 30.000 – 15.000 tahun lalu ternyata sudah tinggi.
Tak heran temuan ini mengindikasikan penggunaan senjata pemusnah massal
di perang itu.
Space wars & star wars (ilustrasi) |
Bahkan menurut beberapa ahli yang lebih
kontroversial malah menyatakan, bahwa pada masa lalu manusia sudah
beberapa kali hampir mengalami pemusnahan massal akibat perang nuklir,
perang bintang dan perang-perang besar lainnya.
Hingga manusia yang dapat bertahan hidup dan berlindung (survive) hanya tersisa ribuan jiwa saja, lalu mereka kembali ke zaman batu atau “seperti” zaman prasejarah.
Kemudian terus berkembang-biak kembali
menjadi jutaan dan milyaran. Lalu terjadi lagi perang besar di bumi yang
menyebabkan kemusnahan massal manusia, lalu berkembang-biak lagi,
begitu seterusnya selama belasan kali.
Namun tak selamanya perang besar terjadi
akibat peperangan antara manusia di bumi. Menurut paneliti yang tertarik
masalah Ufology, manusia juga pernah melawan makhluk-makhluk luar
angkasa atau alien, dan akhirnya juga menyisakan kehancuran dahsyat di
Bumi.
Perlawanan ini juga membuktikan bahwa
pada masa lalu peradaban manusia di bumi telah canggih, jika tidak
canggih maka tak mungkin ras manusia berani melawan. Tapi akibat
kekalahan teknologi yang jauh-jauh lebih canggih, ras manusia kalah
namun berhasil untuk bertahan hidup dibawah pemukaan bumi.
Setelah beberapa dekade radiasi di
permukaan bumi mulai menurun, merekapun mulai berani kembali ke
permukaan dan memulai kembali peradaban ras manusia dari awal.
Menurut peneliti Ufology dan peneliti
sejarah peradaban dunia yang kontroversial, peristiwa hampir punahnya
ras manusia ini tak hanyak terjadi sekali, namun berkali-kali, dan
manusia selalu dapat bertahan hidup walau hanya tersisa ribuan saja dan
kembali memulai peradaban baru hingga suatu saat kembali maju dan
canggih.
Space battle & space wars (ilustrasi) |
Dari penemuan-penemuan itu, Dr. Michael Creko membukukan laporan dalam 3 buku yang dicetak tahun 2006. Beberapa diantaranya:
Forbidden Archaelogis, The Hidden History of Human Race, dan Human Devolution, yang isinya menentang teori Darwin, tentang evolusi manusia.
Dr. Rao dari hasil karyanya memperoleh penghargaan “The World Ship Trust Award” dari PBB atas penemuan siklus kehidupan manusia yang memutus teori Darwin.
Pada awalnya, kisah-kisah inilah yang
dibukukan dalam kitab Hindu dan menjadi kisah yang menarik tentang
perang besar pada zaman dahulu kala ini (Armageddon).
Bahkan di Indonesia saat agama Hindu
masuk ke Nusantara, cerita perang ini telah menjadi budaya Indonesia
terutama di Jawa dan Bali.
Budaya ini telah melekat di Indonesia
hingga kini, salah satunya melalui tradisi Wayang, baik itu wayang orang
atau wayang kulit bahkan wayang golek.
Cerita tentang Baratayudha tersebut tetap
mengakar hingga ke generasi muda di Indonesia sebagai generasi penerus
kebudayaan tua ini. Karena cara ini adalah salah satu jalan agar kisah
heriok ini tetap lestari di kemudian hari.
Cara lainnya untuk melestarikan kisah ini
juga dilakukan dengan penulisan buku-buku dari banyak
literatur-literatur kuno di zaman Hindu. Bahkan sudah ada beberapa
permainan (games) elektronik di komputer tentang kisah peperangan Ramayana dan Baratayudha ini.
Selain itu, masih banyak pula kakek-nenek
dan orang tua dari generasi sebelumnya terus menceritakan kembali kisah
menarik ini kepada anak dan cucunya, termasuk di dalamnya tentang kisah
perang Baratayudha.
Namun banyak pula peneliti dan budayawan yang menyatakan bahwa kisah itu hanya sekedar mitos atau fiksi kuno belaka.
Tapi itu semua dapat dipatahkan dengan
penemuan-penemuan arkeologi dan sejarah yang sama-sama bersinergi dan
dapat membuktikan fakta-fakta yang ada dan telah terjadi di lapangan.
Karena bisa jadi, itu semua memang bagian
dari sejarah yang nyata bagi peradaban ras manusia di muka Bumi untuk
selalu bertahan dari kepunahan. “Life will find the way…”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar